[Masyarakat & Budaya, Volume 20, Nomor 15, Agustus 2021]

Oleh Ranny Rastati (Peneliti PMB LIPI)

Episode spesial dari seri zombi drama Korea (drakor) Kingdom berjudul Kingdom: Ashin of The North akhirnya tayang di Netflix pada akhir Juli 2021. Prekuel yang disutradarai oleh King Sung-Hoon dan ditulis oleh Kim Eun-Hee ini, menjelaskan awal mula wabah zombi di dua musim Kingdom (2019-2020) sebelumnya. Dalam adegan pembuka, saya agak terkejut dengan kehadiran rusa sebagai hewan pertama yang terjangkit wabah zombi setelah memakan saengsacho atau tanaman pembangkit orang mati. Adegan ini mengingatkan pada adegan pembuka film Train to Busan (2016) yang sama-sama menampilkan rusa sebagai hewan pertama yang terjangkit wabah zombi.

Dalam budaya Korea, rusa dianggap sebagai binatang suci karena tampilannya yang cantik dan lembut. Di K-Pop sendiri, simbol binatang sudah menjadi hal yang lazim digunakan baik dalam video klip maupun konser. Selain rusa, beberapa simbol binatang yang kerap digunakan seperti burung hantu, ular, anjing, laba-laba, kalajengking, harimau, dan kuda. Simbol binatang yang digunakan dalam produk budaya pop Korea digunakan untuk mentransmisikan pesan tertentu kepada audiens, misalnya hal tabu dan kegembiraan (Necula, 2016). Dalam genre zombi ala Korea (K-Zombie), simbol rusa dapat menjadi pertanda dari awal mula kekacauan besar akibat ternodanya sesuatu yang murni dan suci.

Kehadiran series drakor Kingdom sejatinya mengukuhkan ekspansi Korea Selatan dalam genre horor zombi. Sebelumnya, pasar film zombi di Korea didominasi oleh film zombi asal Barat yang selalu meraih sensasi besar di Korea Selatan (Chen, BBC News, 3 Agustus 2016). Namun, kehadiran Train to Busan berhasil menjadi titik balik dari kebangkitan K-Zombie karena berhasil memadukan antara cerita zombi dan berbagai konflik hubungan antar manusia. Tidak hanya itu, kisah cinta ala drakor, kehadiran sisi humanis, alasan mengapa sesuatu terjadi, adegan menyentuh emosi, masalah sosial, kultur Korea, dan taburan bintang ternama menjadi racikan prima dalam genre K-Zombie. Kesuksesan K-Zombie juga tidak dapat dilepaskan dari momen perilisan yang kerap bersamaan dengan terjadinya wabah seperti MERS dan pandemi COVID-19. Pola ini pun terlihat dalam K-Zombie lainnya seperti Rampant (2018), #Alive (2020), Peninsula (2020), dan semesta Kingdom (2019, 2020, 2021).

Zombi Ala Barat

Dalam budaya pop, kisah zombi berkisar tentang manusia dan binatang yang sudah mati lalu hidup kembali. Para mayat hidup ini kemudian menimbulkan huru hara karena berusaha menyerang, menggigit, dan memakan makhluk hidup lain. Yang mengerikan, korban gigitan zombi akan berubah menjadi zombi dan turut berkontribusi dalam skenario zombie apocalypse atau kiamat zombi. Topik ini biasanya menjadi premis utama dari produk budaya pop yang mengangkat isu zombi. Salah satunya adalah serial Amerika The Walking Dead yang sudah tayang sebanyak 11 musim sejak tahun 2010.

Meskipun menurut sains zombi dianggap sebagai sesuatu yang mustahil terjadi, namun kecemasan terhadap fenomena ini mengilhami riset-riset serius. Riset Alex Alemi dari Cornell University (lihat Alemi, 2015 dan Alemi dkk, 2015) misalnya, memberikan simulasi bagaimana jika terjadi kiamat zombi. Dengan menggunakan model interaktif bernama Statistical Mechanics of Zombies, Alemi menyebutkan bahwa wilayah perkotaan seperti New York akan ambruk dalam waktu 24 jam jika terjadi serangan zombi. Agar dapat selamat dari serangan zombi, seseorang sebaiknya bersembunyi di bukit atau gunung, misalnya pegunungan Rocky. Sebab, bukit dan gunung merupakan wilayah yang jarang penduduk dan sulit dijangkau karena kontur dan bentang alamnya.

Meskipun kisah zombi sangat populer di berbagai budaya pop Amerika, kisah zombi sendiri berakar dari cerita rakyat Haiti pada abad 17 dan 18. Zombi dipercaya lahir dari ritual Voodoo yang dilakukan para dukun untuk menghidupkan orang mati (tanpa jiwa) sebagai tenaga kerja gratis. Mitos zombi kemudian bermigrasi melalui perdagangan budak transatlantik yang disebarkan melalui cerita mulut ke mulut, dongeng, dan mitos. Dalam bukunya yang berjudul The Transatlantic Zombi: Slavery, Rebellion, and Living Death (2015), Sarah Juliet Lauro memaparkan bahwa kisah zombi tidak melulu soal mayat hidup. Sebab di baliknya ada representasi dan kegelisahan dari kecemasan terhadap perbudakan dan penaklukan budaya yang di-branding ulang ke dalam sinema Amerika, kemudian menyebar secara global. Refleksi sosial tersebut menjelaskan alasan kenapa film bertema zombi tetap banyak digemari meskipun telah banyak dibuat.

Zombi dan Pandemi

Benang merah antara pandemi COVID-19 dan skenario kiamat zombi dituangkan dalam riset perilaku manusia saat pandemi oleh Marsh, Ungson, dan Packer (2021). Disebutkan, pandemi dan kiamat zombi adalah dua hal yang serupa, yang salah satunya terlihat dari momen pergolakan sosial besar. Seperti perilaku menimbun bahan makanan, obat, dan masker yang pada akhirnya berimbas pada melambungnya harga di pasaran.

Ironisnya, di Indonesia sempat viral sebuah hoaks di Facebook yang menyatakan bahwa vaksin COVID-19 tipe mRNA akan mengubah seseorang menjadi zombi jika disuntikkan ke tubuh (Kompas, 20 April 2021). Hoaks ini mengkambinghitamkan laman Center for Preparadness and Response (CDC) milik Amerika yang berjudul zombie preparedness atau persiapan menghadapi zombi. Padahal, CDC hanya menggunakan analogi kiamat zombi karena film bertema zombi sedang populer sehingga laman ini diharapkan menarik perhatian masyarakat. Laman ini sejatinya berisi panduan menghadapi situasi darurat seperti COVID-19 dan bencana alam.

Tidak hanya CDC, analogi zombi pun digunakan oleh Aktipis dan Alcock dalam artikelnya di The Conversation (8 Maret 2021). Aktipis dan Alcock menganalogikan SARS-CoV-2 atau virus penyebab COVID-19 sebagai virus zombi karena kemampuannya sebagai manipulator ulung yang bergerak di bawah radar sinyal tubuh. Orang yang tertular merasa tidak sakit pada beberapa hari awal, imbas dari kemampuan virus dalam membungkam gejala yang dirasakan.

Dalam film zombie lawas berjudul Night of the Living Dead (1968), George A. Romero (dikenal sebagai bapak film zombi) memberikan gambaran terhadap kiamat zombie yang berimplikasi pada tercerai-berainya manusia dan kegagalan dalam membentuk solidaritas saat krisis. Dalam film zombi yang lebih modern seperti I am Legend (2007) dan World War Z (2013), masalah yang ditampilkan menjadi lebih kompleks karena tidak hanya menyoroti masalah kemanusiaan tapi juga upaya mencari vaksin penyembuh, mutasi virus, hingga ketidakbecusan pemerintah dalam mengatasi situasi.

Kengerian yang ditampilkan dalam film dan serial zombi terasa sangat relevan dengan kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Situasi kota yang tengah mengalami isolasi, pembatasan mobilitas, dan berkurangnya aktivitas manusia membuat ketegangan terasa nyata. Adegan yang tadinya hanya sebatas fiksi dalam layar kaca berubah menjadi pemandangan sehari-hari. Proyeksi ketakutan terhadap virus, penularan penyakit, konspirasi, dan kematian  menjadi sebuah realitas yang harus dihadapi (Editor Ibnu Nadzir).

Referensi

Ilustrasi: Kingdom: Ashin of the North (Sumber: Neflix)

Alemi, A. (2015). Zombis Reading Segmented Graphene Articles on The Arxiv. Ph.D Thesis, Cornell University, https://hdl.handle.net/1813/40878

Alemi, A., Bierbaum, M., Myers, C.R., dan Sethna, J.P. (2015). You Can Run, You Can Hide: The Epidemiology and Statistical Mechanics of Zombis. arXiv: 1503.01104v3 [q-bio.PE], hal 1-13, DOI: 10.1103/PhysRevE.92.052801

Aktipis, A dan Alcock, J. “A Year into the Pandemic, the Coronavirus is Messing with our Minds as well as Our Bodies”. (The Conversation, 8 Maret 2021), https://theconversation.com/a-year-into-the-pandemic-the-coronavirus-is-messing-with-our-minds-as-well-as-our-bodies-155213 (diakses 30 Juli 2021)

Chen, H. “Train to Busan: Zombi film takes S Korea by storm”. (BBC News, 3 Agustus 2016), https://www.bbc.com/news/world-asia-36939395 (diakses 18 Juli 2021)

Kompas. [HOAKS] Video Vaksin Covid-19 mRNA Dapat Mengubah Orang Jadi Zombie. (21 April 2021), https://www.kompas.com/tren/read/2021/04/20/200533265/hoaks-video-vaksin-covid-19-mrna-dapat-mengubah-orang-jadi-zombie?page=all (diakses 30 Juli 2021)

Lauro, S.J. (2015). The Transatlantic Zombi: Slavery, Rebellion, and Living Death. New Brunswick: Rutgers University Press, https://muse.jhu.edu/book/45384

Marsh, J.K., Ungson, N.D., Packer, D.J. (2021). Of Pandemics and Zombies: The Influence of Prior Concept on COVID-19 Pandemic-Related Behaviour. International Journal of Environmental Research and Public Health, 18, 5207, hal 1-17, https://doi.org/10.3390/ijerph18105207

Necula, A. E. (2016). Animal and K-POP – A Case Study on the Symbolism of Wild Animals in Korean Pop Music Performances. Imperial Journal of Interdisciplinary Research, 2(7), hal 1077-1088

______________________________________

*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI

_______________________________________

Tentang Penulis

Ranny Rastati adalah peneliti Komunikasi di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI. Fokus kajiannya berupa budaya pop khususnya dari Korea dan Jepang. Ia dapat dihubungi melalui email ranny.rastati@gmail.com