[Masyarakat & Budaya, Volume 21, Nomor 17, September 2021]
Oleh Fadhil Akbar Purnama (Ekonom Yunior Bank Indonesia)
Setiap 30 Oktober Indonesia memperingati Hari Uang Nasional. Sebab, pada 30 Oktober 1946 Oeang Republik Indonesia (ORI) resmi beredar. Hari bersejarah tersebut menjadi pengingat lahirnya uang milik Indonesia sebagai yang menjadi pemersatu bangsa sekaligus simbol kedaulatan kita sebagai sebuah negara yang merdeka.
Uang memang telah menjadi salah satu bagian penting di dalam kehidupan manusia dan telah digunakan sejak berabad-abad silam. Secara bentuk dan penggunaanya, uang memiliki sejarah panjang dan telah bertransformasi sejak pertama kali dipergunakan. Dennis H. Robertson dalam bukunya yang berjudul “Money” (1922), mendefinisikan uang sebagai sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang. Dari fungsi dasar tersebut sebagai medium of exchange, berkembang fungsi lainnya dari uang, termasuk sebagai alat penyimpan nilai atau kekayaan (store of value). Bahkan kini di masyarakat uang juga berfungsi menjadi penentu status sosial seseorang. Hal ini mengingat hampir segala sesuatu yang kita lakukan di dalam keseharian akan memerlukan uang.
Kemudian muncul pertanyaan, benarkah segalanya dapat dibeli dengan uang? Apakah kebahagiaan dalam hidup juga dapat dibeli dengan uang? Lantas, bagaimana cara yang bijak dalam memanfaatkan uang yang dimiliki?
Uang, Kebahagiaan, dan Kedermawanan
Penelitian yang dilakukan oleh Matz, Gladstone, dan Stilwell (2016) menyimpulkan bahwa uang dapat meningkatkan kebahagiaan asalkan dibelanjakan secara tepat. Secara lebih spesifik, Dunn, Aknin, dan Norton (2008) melakukan studi yang menunjukkan bahwa orang yang membelanjakan uangnya untuk orang lain akan menambah kebahagiaan bagi dirinya. Bahkan mereka juga mendorong pembuat kebijakan untuk dapat membuat sebuah intervensi kebijakan yang mampu meningkatkan semangat kedermawanan di masyarakat. Dengan membelanjakan sebagian uangnya untuk kepentingan sosial, diharapkan akan semakin meningkatkan kebahagiaan seluruh masyarakatnya.
Dalam World Giving Index 2021 yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation, Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia. Dari 140 negara yang dilakukan pemeringkatan, Indonesia menempati peringkat pertama dengan skor 69%. Meskipun secara peringkat Indonesia tetap berada di posisi teratas, namun secara skor naik cukup signifikan dari sebelumnya 59% pada Indeks di tahun 2018.
Studi yang dilakukan oleh Kasri (2013) menunjukkan bahwa faktor agama menjadi motivasi utama dalam aktivitas berderma yang dilakukan oleh Muslim di Indonesia. Mayoritas penderma meyakini bahwa membantu orang lain di segala situasi merupakan sebuah kewajiban yang harus dijalankan dalam ajaran Islam. Selain untuk menaati perintah agama, beberapa alasan lain yang diungkapkan dalam penelitian tersebut adalah keinginan atau kewajiban untuk membantu orang yang lebih membutuhkan, keinginan untuk membuat suatu perubahan, dan kepuasan pribadi yang dirasakan ketika berdonasi. Temuan ini menunjukkan bahwa berbagi dengan orang lain juga dapat mendatangkan kebahagiaan pribadi. Menariknya, terdapat bukti juga yang memperlihatkan bahwa bahwa penderma dapat meningkatkan donasinya di masa krisis ekonomi.

Pencapaian ini tentunya patut kita syukuri bersama. Indeks tersebut mencerminkan bahwa pandemi dan resesi yang menimpa Indonesia tidak menyurutkan masyarakatnya untuk saling berbagi. Pandemi Covid-19 justru semakin mengokohkan kepedulian sosial kita untuk dapat mengatasi dampak pandemi secara bersama-sama. Aktivitas filantropi masyarakat yang tetap tinggi bahkan di masa pandemi seperti ini inilah yang menjadi salah satu modal utama untuk pemulihan ekonomi dan membangun kehidupan dalam era kenormalan baru pasca pandemi.
Islam dan Ekonomi Syariah
Ajaran Islam memiliki tujuan untuk mengantarkan para pemeluknya memperoleh kebahagiaan hidup yang hakiki. Oleh sebab itu, Islam sangat memperhatikan kebahagiaan manusia, baik kebahagiaan hidup di dunia maupun kebahagiaan di akhirat kelak. Dengan kata lain, Islam (dengan segala syariatnya) sangat mengharapkan umat manusia untuk memperoleh kebahagiaan, baik material dan spiritual (Sodiq, 2015).
Dalam perspektif ekonomi syariah, segala sesuatu yang kita miliki merupakan milik Allah SWT. Dalam Q.S. Al-Hajj [22]: 64, Allah SWT menegaskan “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi”. Oleh karena esensi seluruh harta adalah milik Allah, maka manusia pemilik harta sesungguhnya hanyalah “wakil” untuk mengelola seluruh hartanya sesuai dengan perintah-Nya. Dengan demikian, uang atau harta kekayaan yang kita miliki sejatinya merupakan titipan dari Allah SWT baik sebagai modal untuk beribadah atau memanfaatkannya untuk segala kebaikan yang disukai oleh Allah SWT selaku pemilik sejati atas uang dan harta yang kita miliki.
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, dan ujian umatku adalah harta” (HR. Tirmidzi, No. 2336). Boleh jadi uang merupakan salah satu syahwat terbesar yang dimiliki oleh manusia, namun di sisi lain uang juga dapat menjadi sarana mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Islam tentu tidak antipati terhadap kekayaan, hanya saja penting bagi setiap pemeluknya untuk memiliki pemahaman yang tepat atas uang serta menjaga keseimbangan guna mempersiapkan kehidupan akhirat yang abadi.
Pada prinsipnya, studi yang dilakukan oleh Dunn, Aknin, dan Norton (2008) sejalan dengan pandangan Islam terhadap uang. Islam lebih menekankan pada seberapa besar kebermanfaatan dari uang yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan seberapa banyak jumlah uang yang dimilikinya. Dalam ekonomi syariah, dikenal konsep falah(kebahagiaan) yang merupakan tujuan utama dari perekonomian. Falah berasal dari Bahasa Arab, aflaha-yuflihu, yang artinya kesuksesan, kemuliaan atau kemenangan dalam hidup.
Terkait pandangan mengenai kehidupan serba mewah untuk mencapai kebahagiaan, Allah SWT telah memberikan panduan kepada kita, ”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” Q.S. Al-Isra’ [17]: 26. Di dalam ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk tidak menghambur-hamburkan uang yang kita miliki. Sebaliknya, kita justru diperintahkan untuk menggunakan kelebihan uang yang kita miliki untuk menyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan. Semangat dan naluri untuk mendermakan harta akan mampu mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan hakiki (Setiawan & Iman, 2019).
Filantropi (kedermawanan) dalam ajaran Islam merupakan sebuah kesadaran untuk memberi demi meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat secara luas. Di dalam nilai-nilai dan prinsip ekonomi syariah terkandung pencapaian tujuan sosial yang perlu diupayakan secara maksimal dengan menafkahkan sebagian uang atau harta untuk kepentingan bersama. Berbagai instrumen keuangan sosial dalam Islam seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf akan menambah sumber daya publik bagi kegiatan perekonomian (Bank Indonesia, 2020). Zakat kepada 8 asnaf(golongan yang berhak menerima zakat) dapat berfungsi untuk menjaga daya beli masyarakat sehingga akan menggerakkan sector konsumsi di dalam perekonomian nasional. Sementara infak, sedekah, dan wakaf dapat memainkan perannya dalam meningkatkan efisiensi ekonomi nasional.
Setiap manusia tentu menghendaki kebahagiaan dalam hidupnya. Semoga kita senantiasa semakin bijak dalam menyikapi uang dengan mulai berfokus pada bagaimana uang yang kita miliki dapat memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya untuk kita. Kebahagiaan hakiki tidak akan didapatkan dengan menimbun uang atau harta kekayaan, tetapi bisa dengan mendermakannya dengan sesama (Editor Ranny Rastati).
(Disclaimer: Tulisan merupakan pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bekerja.)
Referensi
Ilustrasi: Shutterstock
Robertson, D. H. (1922). Money. London: Cambridge University Press / Nisbet & Co
Matz, S. C., Gladstone, J. J., & Stillwell, D. (2016). Money buys happiness when spending fits our personality. Psychological Science, 27(5), 715-725.
Dunn, E. W., Aknin, L. B., & Norton, M. I. (2008). Spending money on others promotes happiness. Science,319(5870), 1687-1688.
Charities Aid Foundation. (2021). World giving index 2021: A global pandemic special report. https://www.cafonline.org/docs/default-source/about-us-research/cafworldgivingindex2021_report_web2_100621.pdf
Kasri, R. A. (2013). Giving behaviors in Indonesia: motives and marketing implications for Islamic charities. Journal of Islamic Marketing.
Setiawan, W., & Iman, N. (2019). Filantropi Islam Sebagai Media Peningkatan Kebahagiaan Muslim Indonesia. In Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars (Vol. 3, No. 1, pp. 30-38).
Sodiq, A. (2015). Konsep kesejahteraan dalam islam. Equilibrium, 3(2), 380-405.
Bank Indonesia. (2020). Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah Tahun 2019. Jakarta: Bank Indonesia.
______________________________________
*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN
_______________________________________
Tentang Penulis
Penulis merupakan Ekonom Yunior di Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah, Bank Indonesia (DEKS-BI). Meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, dan MSc in Islamic Finance and Management dari Durham University, UK. Selain bidang ekonomi dan keuangan syariah, Penulis juga memiliki ketertarikan di bidang kebijakan publik, sosial, dan kebudayaan. Email fadhil_akbar@bi.go.id
Diunggah oleh
