Oleh Wahyudi Akmaliah (Peneliti PMB LIPI)

Tidak mudah menggantikan Lara Croft yang melekat diperankan oleh Angelina Jolie dalam dua film sebelumnya, Lara Croft: Tomb Raider (2011) dan Lara Croft: Tomb Raider-The Cradle of Life (2003). Namun, kekuatan cerita yang dibangun sutradara Roar Uthaug dan kualitas peran yang dimainkan Alicia Vikander mengubah pandangan tersebut. Dalam film ini, kisah Lara Croft (Alicia Vikander) dikembalikan kepada titik awal, yaitu seorang gadis kecil yang harus kehilangan ayahnya saat pamit bepergian ke suatu tempat. Namun, jeda 7 tahun ayahnya tidak kunjung kembali. Saat ayahnya dianggap meninggal inilah Lara Croft diminta untuk mendatangani surat kematian ayahnya. Selain itu, tanda tangan itu menjadi titik peralihan seluruh aset perusahaan yang ditinggalkan oleh Lord Richard Croft (Domic West) untuknya sebagai pewaris tunggal. Selama rentang waktu itu pula, ia berhenti sekolah dan belajar untuk mandiri.

Pilihan untuk mandiri ini membawanya menjadi kurir makanan di London. Namun, bekerja sebagai kurir dengan gaji yang tidak besar membuatnya harus ekstra keras mencari uang tambahan. Apalagi, ia menjalani hobi kick-boxing, membutuhkan uang untuk membayar sewa sasana dan juga latihan duel. Ide mencari uang lebih ini kemudian didapatkan saat ia mengetahui bahwa di tempatnya bekerja, kurir pengantar makanan, sedang mencari orang yang dianggap bisa berposisi sebagai serigala hewan buruan untuk dikejar dan didapatkan oleh sesama kurir sepeda yang lainnya. Jika lolos dari buruan tersebut, ia akan mendapatkan uang tunai 600 Poundsterling; sebuah dana yang cukup besar untuk menutup tunggakannya membayar latihan kick-boxing. Meskipun berhasil melarikan diri dengan sepeda dari kejaran para kurir untuk mendapatkan dirinya sebagai buruan, Lara sempat termagu karena teringat sang ayah. Ia pun menabrak mobil polisi yang saat itu melintas di perempatan salah satu sudut kota London. Insiden ini membuatnya tertangkap dan dibawa ke kantor polisi.

Sumber: http://www.ebaystores.com/VIP-FAN-AUCTIONS

Di kantor polisi, ia dibebaskan oleh Ana Miller (Kristin Scott Thomas) yang merupakan salah satu petinggi yang bekerja untuk perusahaan ayahnya, Croft Holdings. Akibat insiden ini hatinya melunak dan bersedia menandatangani surat kematian sang ayah. Saat ingin mendatangani inilah ia mendapatkan satu alat teka-teki yang berasal dari dan berbahasa Jepang. Setelah berhasil membukanya, Lara kemudian mendapatkan petunjuk dari secarik kertas untuk pergi ke ruang pemakaman ayahnya. Saat masuk ke ruang pemakaman tersebut, ia menemukan sebuah rahasia yang selama ini disimpan rapat oleh sang ayah. Rahasia itu adalah sejumlah petunjuk dan dokumen terkait dengan Himiko, Ratu Yamatai yang selama ini dianggap sebagai mitos, memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Dalam ruang pribadi tersebut, ia menemukan rekaman video sang ayah yang memintanya untuk membakar semua data, dokumen, maupun laporan riset terkait dengan apa yang sedang dilakukannya.

Berbekal informasi tersebut, Lara kemudian bepergian bersama Lu Ren (Daniel Wu) menuju pulau tak berpenghuni yang berada di wilayah Jepang. Tidak mudah untuk sampai ke pulau tersebut di tengah ombak yang selalu pasang dan seringkali menghembaskan setiap kapal yang mendekati pulau tersebut. Meskipun tergulung ombak dan membuat kapal mereka berdua terpecah sehingga terpisah, Lara dan Lu Ren akhirnya selamat sampai ke tepian pantai. Walaupun kemudian mereka ditangkap Mathias Vogel (Walton Goggins) dan pasukan militernya yang bekerja dan bagian dari anggota sindikat organisasi hitam Trinity. Seperti tim yang dibawa oleh Richard Croft sebelumnya, Lara dan Lu Ren ditahan. Mereka menjadi budak untuk membantu menggali dan mengangkat alat berat kepentingan Mathias.

Atas inisiatif dan bantuan Lu Ren, Lara melakukan perlawanan dan melarikan diri dari kejaran pasukan Mathias. Saat melarikan dan menghempaskan diri ke sungai deras inilah satu persatu keberanian dirinya tumbuh. Berbeda dengan Lara Croft di dua film sebelumnya, yang pintar dalam menyelesaikan persoalan dengan peralatan canggih yang menyertainya, dalam film ini ditunjukkan kecerobohan, keragu-raguan, sekaligus kecemasan seorang Lara Croft dalam melakukan petualangan yang seringkali di luar bayangannya. Dengan kata lain, di sini, Roar Uthaug mengembalikan sosok kepahlawanan Lara sebagai manusia biasa seperti orang pada umumnya. Pengalaman, petualangan, dan pertarungan demi pertarunganlah yang menguatkan ia menjadi lebih percaya diri.

Sumber: http://www.bostonherald.com/entertainment/movies/2018/03/alicia_vikander_battles_to_create_new_lara_croft

Meskipun terlahir dari darah keluarga Croft, sang ayah dan Lara memiliki motivasi yang berbeda di pulau tersebut. Bagi Richard Croft, menyelamatkan kuburan Ratu Yamatai dari temuan organisasi Hitam Trinity itu jauh lebih baik karena dapat menyelamatkan seluruh umat manusia. Sebaliknya, bagi Lara, menyelamatkan sang ayah dan juga tawanan yang dijadikan budak oleh Mathias jauh lebih penting. Namun, dua misi yang berseberangan ini membuatnya harus berhadapan dengan Mathias. Kecintaannya kepada sang ayah membuat Lara rela menjadi tumbal untuk masuk ke gua yang selama ini dijadikan kuburan Ratu Yamatai. Saat masuk ke dalam gua yang memiliki jurang sangat curam inilah satu persatu mereka menghadapi jebakan sekaligus juga mematahkan teka-teki yang berada di dalamnya sebagai upaya menyelamatkan diri.  Namun, setelah sampai di peti mati Ratu Yamatai, Lara dan sang ayah baru mengetahui bahwasanya bukan kekuatan gaib yang dimiliki oleh Ratu tersebut melainkan justru penyakit menular yang dibawanya yang dapat membawa kematian.

Bagi saya, menonton film selama 111 menit ini tidak hanya berhasil mengubah pandangan mengenai sosok baru Lara Croft yang dimainkan dengan sangat baik oleh Alicia Vikander, melainkan juga membawa kisah Tomb Raider menjadi jauh lebih segar, kekinian, dan lebih manusiawi. Badan kotor penuh lumpur, adanya sejumlah luka atas perkelahian yang dilakukan sekaligus kecerobohan bercampur kekhawatiran yang ditunjukkan oleh sosok Lara Croft memperkuat wajah kemanusiaan tersebut dengan efek visual canggih yang dibuat layaknya film-film aksi Hollywood lainnya. Alhasil, dengan karakter yang kuat dan tubuh yang terlihat sporty, Alicia Vikander, artis kelahiran, Swedia, dalam film ini seakan ingin mengatakan selamat tinggal untuk Angelina Jolie. (Editor Ibnu Nadzir/ Penyelaras akhir: Ranny Rastati)

 

*) Suber gambar unggulan:

https://www.telegraphindia.com/entertainment/compelling-human-and-relevant-to-this-generation-alicia-vikander-is-214165

______________________________________________

TENTANG PENULIS

Wahyudi Akmaliah adalah peneliti di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK, sebelumnya PMB) LIPI. Ia menyelesaikan S1 di jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (2003), melanjutkan jenjang S2 di dua kampus yang berbeda; bidang Kajian Budaya di Universitas Sanata Dharma (2008) dan International Peace Studies di University for Peace, Costa Rica. Selama di LIPI, ia mendalami dua tema riset, yaitu Kekerasan dan Politik Ingatan serta Kajian Budaya dengan memfokuskan kepada Islam, Identitas, dan Budaya Populer. Untuk korespondensi, Ia dapat dihubungi melalui surat elektronik (email), wahyudiakmaliah@gmail.com.