Seminar Intern PMB-LIPI Membangun Harmoni Sosial Pemberdayaan Masyarakat Pasca Konflik Komunal LampungKonflik Lampung yang terjadi pada 27-29 Oktober 2012, menunjukkan bahwa persoalan toleransi masih menjadi pekerjaan rumah di Indonesia. Untuk memahami persoalan tersebut, Sekretariat Wakil Presiden memberikan tugas bagi PMB-LIPI untuk melakukan rapid assessment. Hasil rapid assestment tersebut dipaparkan di ruang seminar lantai 6 PMB-LIPI pada 3 September 2013.

Tim peneliti yakni Endang Turmudi, Dede Wardiyat, dan Alie Humaedi mengatakan bahwa penelitian kali ini diharapkan dapat menghasilkan model transformasi konflik. Selain itu, tim peneliti juga berusaha melakukan aspek pemberdayaan di lapangan, agar permasalahan serupa tidak terjadi lagi.

 

Konflik bermula dari perselisihan antara masyarakat Desa Agom dan Desa Bali Nuraga. Perselisihan bermula dari peristiwa pelecehan pemuda Desa Bali Nuraga pada Desa Agom. Karena tidak dapat menyelesaikan persoalan dengan musyawarah, maka terjadi pengerahan massa dari Desa Agom ke Desa Bali Nuraga. Penyerangan ini juga melibatkan beragam etnis dari desa-desa lain di wilayah tersebut. Akibatnya, 350 rumah habis dibakar dan 14 orang terbunuh.

Meskipun demikian, Endang Turmudi sebagai ketua tim mengingatkan agar kita tidak melihat perselisihan tersebut sebagai akar dari konflik. Sebab temuan tim menunjukkan bahwa persoalan ini bersifat multidimensional. Salah satu yang ditengarai sebagai akar konflik adalah adanya kesenjangan sosial yang tinggi antara penduduk lokal Lampung dengan pendatang dari Bali Nuraga. Selain itu, juga ada kecenderungan beberapa etnis untuk membentuk enclave permukiman yang bersifat ekslusif sehingga sulit terjadi asimilasi. Beberapa  persoalan lain juga menambah kompleksitas persoalan di sana. Untuk mecegah terjadinya konflik di masa depan, tim peneliti mengusulkan pendidikan toleransi.

Presentasi ini mendapatkan beragam masukan dari peneliti yang hadir. Dedi Adhuri, misalnya mengusulkan agar konsep pemberdayaannya diperkuat karena dari presentasi  yang disampaikan narasi dari korban terasa sangat sedikit. Masukan lainnya datang dari Masyhuri Imron, ia mengemukakan bahwa model pemberdayaan dalam pendidikan boleh jadi kurang efektif hari ini. Untuk membantu asimilasi, ia mengajukan adanya kerja sama antar desa untuk membuat kegiatan-kegiatan rutin. Kegiatan semacam ini diharapkan membantu adanya pemahaman dan interaksi antara kelompok-kelompok yang berbeda. (Ibnu Nadzir)