Pilkada DKI 2012 merupakan fenomena sosial yang banyak dikaji oleh akademisi baik dari dalam dan luar negeri. Kajian Changing Faces of Islamic Organizations and Political Parties in Indonesia: Analysis Through Opinion Survey yang dipresentasikan oleh Ken Miichi adalah salah satunya.
Presentasi pada Rabu, 11 September 2013 tersebut dimulai dengan paparan mengenai mengenai turunnya elektabilitas partai-partai Islam. Dalam penelitian tersebut, Ken mengajukan tiga hipotesis yang menurutnya berpengaruh pada penurunan suara tersebut. Pertama, adanya konflik internal dalam partai-partai berbasis agama. Salah satu contohnya adalah PKB yang suaranya tergerus secara drastic karena ada perpecahan kelompok.
Alasan kedua yang diyakini berpengaruh pada penurunan elektabilitas tersebtu adalah makin kaburnya perbedaan antara partai sekular dan partai Islam. Dibandingkan dengan pemilu 1955, hari ini sebagian besar partai memilih platform ideologis yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Hal ini membuat partai Islam tidak memiliki kelebihan atau perbedaan untuk ditawarkan pada calon pemilih. Persoalan lain yang juga dikemukakan dalam seminar di lantai 6 PMB tersebut, adalah makin menurunnya pengaruh otoritas keagaaman dalam masyarakat.
Untuk menguji hipotesa ini, Ken Miichi menggunakan data survei yang dilakukan atas kerjasama JICA-LSI. Hasil survei tersebut menyampaikan beberapa fakta menarik. Salah satu kesimpulannya adalah kelompok usia lanjut, perempuan, dan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih religius dari kelompok lain. Hasil survey juga menunjukkan bahwa basis pemilih partai sekular maupun Islam cenderung beririsan. Hanya PDI-P dan Gerindra yang dapat dikatakan memiliki basis massa yang relatif lebih sekular.
Pada kesempatan yang sama, Ken juga menyampaikan presentasi mengenai penggunaan simbol agama dalam Pilkada DKI yang lalu. Dalam paparan yang ia sampaikan terlihat bahwa isu etnis relatif lebih lemah pengaruhnya daripada isu agama. 25% pemilih Foke misalya, mengaku memilih sosok tersebut karena dianggap lebih merepresentasikan Islam. Sebaliknya, hanya 5% dari pemilih Foke yang mengaku memilihnya karena kesamaan etnis. Menurut Ken, tim kampanye Jokowi bukannya tidak sadar dengan persoalan itu. Sepanjang kampanye mereka berusaha memperbanyak gambar yang menunjukkan kehidupan religius Jokowi. Menanggapi fenomena ini, Ken menyatakan bahwa, “Penting untuk memahami praktik politik ibukota yang tidak sama dengan politik nasional.” (Ibnu Nadzir)
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore
Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75”
Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape
Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial