Senin, 30 November 2015 | 13.00 WIB
JAKARTA – Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2KK LIPI) menyelenggarakan seminar intern pada Kamis, 22 Oktober 2015 bertema “Conservation and Sustainable Use of Marine Biodiversity in Indonesia: Opportunities and Challenges” dengan pembicara Dr. Laely Nurhidayah dari P2KK – LIPI. Seminar ini dimoderatori oleh Tine Suatina, SH, LLM, peneliti dari P2KK LIPI.
Dalam seminar, pembicara yang menyampaikan pemaparannya dalam bahasa Indonesia ini, banyak membahas mengenai peluang dan tantangan konservasi maupun pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut di Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah spesies keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Namun, ironisnya banyak ditemukan kerusakan keanekaragaman hayati laut dengan kerusakan tertinggi berada di wilayah pesisir. Sebagian besar kasus terjadi sebagai akibat dari pengelolaan habitat pesisir yang salah. Selain itu, polusi laut, praktik penangkapan ikan yang merusak, dan penangkapan ikan berlebihan juga menyebabkan kerusakan keanekaragaman hayati laut.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati laut adalah,dengan menerapkan pengelolaan pesisir terpadu. Pengelolaan ini harus meliputi tiga dimensi pembangunan berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Secara hukum, undang-undang yang dapat dirujuk untuk mengatur masalah kelautan telah ada, yaitu UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan UU Nomor 1 Tahun 2014 yang merupakan perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Banyak tantangan yang dihadapi dalam konservasi keanekaragaman hayati laut. Salah satunya disebabkan adanya perbedaan kepentingan antara stakeholder dalam pemanfaatan sumber daya kelautan. Dengan demikian, menurut pembicara, cara terbaik untuk melindungi keanekaragaman hayati laut adalah dengan melibatkan stakeholder terkait. Selain itu juga dengan mengintegrasikan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan dalam program pengentasan kemiskinan, penyediaan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan kepada masyarakat pesisir.
Seminar yang berlangsung dari Pk.10.00 hingga Pk.12.00 WIB ini berjalan lancar dan hangat. Berbagai pertanyaan dan tanggapan diajukan oleh para peserta seminar. Maulida Illyani misalnya, berbicara mengenai perlunya pengkajian kearifan lokal sebagai konsep dari pola dimensi pembangunan berkelanjutan. Contohnya di Papua dan Maluku yang memberlakukan sasi, yaitu hukum adat untuk tidak mengambil ikan selama tiga bulan di wilayah laut tertentu. Hal ini berarti adanya inisiatif konservasi laut dari masyarakat lokal. (Ranny Rastati)
Diunggah oleh
Unggahan lainnya
Artikel2023.06.08“Jelita Di Tengah Bara”: Meneroka Inovasi Konservasi Sosial Ekonomi Anggrek Endemik Vanda tricolor Di Kawasan Gunung Merapi Berita2023.06.08BRIN – Populix Jalin Kerja Sama Riset Budaya Ilmiah Pada Generasi Milenial dan Gen Z Call for Paper2023.06.06CALL FOR PAPERS INTERNATIONAL FORUM ON SPICE ROUTE (IFSR) 2023 Artikel2023.05.04Re-Rekognisi Mitos Maskulinitas (yang) Mahal Dalam Uang Panai’