Oleh M Nur Prabowo S (Peneliti PMB LIPI)
Judul Buku : Getting The Facts Right: Reporting Ethnicity & Religion: A Study of Media Coverage of Ethnicity and Religion in Denmark, France, Germany, Greece, Hungary, Italy, Lithuania, Slovakia and The United Kingdom
Penulis : Dr. Verica Rupar
Penerbit : Media Diversity Institute, in partnership with ARTICLE 19, The International Federation of Journalists Brussels Belgium
Tebal : 76 halaman
Tahun : 2012
Peran media sedang mendapatkan sorotan yang tajam di tengah suasana publik yang sering gaduh karena perdebatan konten-konten berita yang jauh dari kebenaran, cenderung mengandung kebohongan informasi, diskriminatif terhadap segolongan masyarakat, dan sarat kepentingan politis. Isu agama dan etnisitas menjadi salah satu yang rentan terhadap kebohongan informasi tersebut. Dalam suasana informasi yang demikian, bukan saja publik yang membutuhkan kecerdasan dan kesadaran dalam menyerap informasi, tetapi produsen yang bertanggungjawab terhadap berita itu, dalam hal ini pihak media, perlu melakukan otokritik terhadap proses jurnalisme yang selama ini dilakukan. Bagaimanapun, media memiliki pengaruh yang menentukan baik-buruknya kondisi demokrasi di masyarakat. Salah satu bentuk otokritik tersebut adalah dengan mempertimbangkan kembali etika jurnalisme dan kode etik semestinya dipegang teguh dalam profesi.
Buku berbasis laporan hasil penelitian ini menjadi solusi bagi masalah tersebut. Buku ini memuat tentang etika jurnalisme yang bermanfaat sebagai basis normatif dalam aktivitas jurnalistik, khususnya terkait kegiatan menggali data lapangan untuk isu agama dan etnisitas, sekaligus menyingkap realitas dunia jurnalistik pada praktiknya. Tanpa mendasarkan pada nilai-nilai dan pemahaman etis yang baik, praktik jurnalisme yang mengulas tentang isu agama dan etnisitas malah justru berpotensi memperbesar tingkat kebodohan, problem intoleransi, ujaran kebencian, dan diskriminasi dan ketegangan sosial. Sesuatu yang jauh dari tujuan mulia jurnalisme. Hal itu tentu harus diantisipasi. Maka buku ini memberikan pedoman dan prinsip-prinsip bagaimana melakukan praktik jurnalisme yang baik.
Good journalism atau jurnalisme yang baik ( menampilkan informasi akurat, independen, gaya tulisan reflektif dan menggugah, seharusnya dapat memainkan peran kritis dalam menyingkap selubung kebodohan, mengurangi fanatisme, dan menghilangkan ketidakadilan dalam agama dan etinisitas. Buku ini memberikan contoh praktik-praktik yang keliru dan menyalahi etika jurnalisme serta menunjukkan prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang baik.
Verica Rupar melalui buku ini berupaya menjawab tantangan yang dihadapi praktisi media ketika ingin melaporkan berita dan peristiwa terkait isu etnisitas dan agama. Seorang jurnalis yang baik dituntut untuk mampu menyeimbangkan antara nilai-nilai agama, budaya dan hak kebebasan berekspresi.. Buku ini juga sekaligus membantu jurnalis dan orang yang terlibat dalam penggalian data dan fakta keagamaan untuk memahami tanggung jawab etis penelitian. Harapan Verica adalah kerja jurnalisme yang baik dapat berkontribusi positif. Selain itu pula dapat membantu menghilangkan segala bentuk prasangka, kebencian, dan diskriminasi dalam agama dan etnis.
Problem Mendasar dalam Reportase Agama dan Etnisitas
Kerja jurnalistik dalam meliput isu agama dan etnisitas sangatlah problematis dan mengandung dua sisi penting. Biasanya pertanyaan kritis tentang jurnalisme yaitu bagaimana muatan “produk” berita, teks informasi yang dihasilkan. Jarang ditanyakan tentang bagaimana “cara memproduksinya” yang memenuhi prasyarat, sejauh mana modal pengetahuan yang dimiliki jurnalis, bagaimana asumsi mereka tentang objek informan, apa yang mereka yakini tentang suatu isu, dan bagaimana pendekatan yang mereka gunakan dalam meliput isu sosial yang beraneka ragam. Buku ini kemudian mempertanyakan bagaimana sesungguhnya para jurnalis “memproduksi” berita agama dan etnisitas. Bagaimana mereka bekerja di meja balik layar sebagai bagian dari “proses produksi”. Lebih umum lagi, bagaimana peran media di dalam diskursus agama dan etnisitas.
Pertanyaan tersebut penting karena berita yang diskriminatif boleh jadi dihasilkan dari proses penggalian data dan kesadaran subjek yang diskriminatif. Hal ini dapat berimplikasi tidak baik terhadap masyarakat. seperti kegaduhan dan konflik sosial. Hal ini mirip seperti kondisi sekarang ketika masyarakat diombang-ambingkan oleh hoax tentang agama dan SARA. Kecurigaan dan rasa tanya pun dapat menyeruak, siapa sesungguhnya di balik layar semua ini? Bagaimana mereka bekerja? Apa motifnya? Apakah ini buzzer yang partisan dan provokatif? Isu lain seperti liputan tentang pengungsi dan kelompok pencari suaka, kelompok etnis minoritas-marginal, dan kelompok agama minoritas yang disajikan tidak akurat sehingga berpotensi mengancam toleransi dan sistem demokrasi.
Berpijak pada refleksi di atas, buku laporan penelitian ini menampilkan beberapa informasi penting untuk merefleksikan proses di balik kegiatan reportase dan penggalian data terkait isu agama dan etnisitas.,Ada pula norma-norma yang harus dijadikan pedoman ketika melakukan reportase isu etnisitas dan agama agar profesionalitas terjaga. Selain itu, koridor institusional perlu dijaga ketika menulis dan menyebarkan berita agar meminimalisasi sikap intoleransi.
Untuk menjawab problem tersebut, Verica Rupar menggali fakta empiris dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 117 jurnalis dan editor di 9 negara Eropa. Ia pun menganalisis 299 berita, mereview praktik-praktik yang telah dilakukan selama ini di dalam proses memuat berita tentang isu etnis dan agama. Selain wawancara, dilakukan juga analisis kritis terhadap berita-berita agama dan etnisitas yang dihadirkan oleh para informan, . Para informan diminta menceritakan dan menunjukkan kisah proses produksi berita seputar agama dan etnisitas. dokumentasi kisah yang dianggap paling sempurna di dalam melaksanakan proses itu, dan dokumentasi kisah yang dianggap paling tidak melalui proses pemberitaan yang baik. Kumpulan cerita dan laporan tersebut menjadi kumpulan studi kasus. Kumpulan tersebut kemudian dipilah dan dipilih, untuk menunjukkan topik-topik apa saja yang mewarnai reportase tentang agama dan etnisitas, dan menunjukkan langkah-langkah utama apa saja yang dilakukan dalam produksi yang menunjukkan praktik mereka di dalam proses peliputan. Untuk mengetahui sejauh mana para jurnalis memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang kebijakan anti-diskriminatif dalam hal etnisitas dan agama, maka yang dilakukan adalah menganalisis norma, nilai, hukum dan kebijakan pemerintah, serta teknik yang digunakan para jurnalis untuk memberitakan tentang agama dan etnisitas.
Substansi Buku
Laporan buku ini disajikan ke dalam tujuh bab secara sistematis. Namun inti dari hasil penelitian ini dimuat pada Bab VI (p.57-60). Adapun Bab VII (p.61-62) merupakan bagian terakhir yang memuat rekomendasi, menyarikan temuan dan menjawab inti problematika.
Siapa yang selama ini menggali berita tentang agama dan etnisitas? Hasil penelitian menunjukkan (p.57), bahwa isu agama dan etnisitas di Eropa lebih banyak diliput oleh reporter yang justru bukan bidangnya (general reporter) dan bukan reporter ahli di bidang itu (beat reporter). Dan setelah dilihat, jurnalis yang memang ahli di bidangnya lebih banyak memperhatikan tentang standar etis yang lebih tinggi dibanding reporter yang umum. Dari sisi pendidikan, mereka cukup memenuhi syarat karena didominasi sarjana. Dari sisi gender, kebanyakan jurnalis adalah perempuan. Tuntutan tulisan bagi jurnalis juga cukup tinggi juga mempengaruhi kualitas reportase. Para jurnalis juga kebanyakan mengaku bahwa etnis dan agama mereka sendiri tidak mempengaruhi isu etnisitas dan agama yang mereka kerjakan (artinya mereka lebih objektif). Secara umum dapat dikatakan, bahwa jurnalisme di 9 negara Eropa tersebut masih dikendalikan oleh prinsip-prinsip etis jurnalisme, seperti: objektivitas, akurasi, kewajaran, keseimbangan.
Apakah para jurnalis itu mengetahui tentang aturan anti diskriminasi? Hasil penelitian menunjukkan (p.58), bahwa kesadaran dan pengetahuan jurnalis tentang aturan anti-diskriminasi di tiap negara berbeda-beda. Namun mereka menyadari, bahwa jurnalisme memiliki peran yang sangat penting dalam menangkal stereotype dan misinformasi tentang etnisitas dan agama, asal proses reportase dilakukan dengan profesional. Para jurnalis juga menyadari bahwa mereka harus menyeimbangkan, antara niat memberikan informasi publik secara akurat dan menafsirkan fakta itu sesuai dengan platform yang konstruktif bagi proses demokrasi.
Bagaimana mereka melaporkan berita etnisitas dan agama? Hasil penelitian menunjukkan (p.58), bahwa salah satu reportase terbaik (best reporting) dalam melaporkan isu etnisitas dan agama adalah reportase yang tak lepas dari metode: (1) in-depth reporting atau pelaporan mendalam, (2) providing background information atau menyampaikan informasi tentang latar belakang persoalan, (3) explaining legal context atau menjelaskan konteks hukumnya, (4) considering impact atau mempertimbangkan dampak informasi, (5) giving a voice to the voiceless atau menyuarakan apa yang selama ini belum disuarakan, (6) showing respect atau menunjukkan sikap hormat, (7) raising awareness about diversity atau menciptakan kesadaran tentang keragaman, (8) avoiding stereotype atau menghindari prasangka buruk, (9) taking stand on discrimination atau memiliki pendirian tegas terhadap diskriminasi, (10) moving beyond the event and minimizing harm atau bergerak melampaui peristiwa dan meminimalisir resiko buruk dan ketegangan).
Di sisi lain, reportase yang buruk (bad reporting) cenderung melakukan: (1) labelling atau memberi label, (2) selected use of data atau memilah-pilih data, (3) generaliizing incidents atau mengeneralisir peristiwa, (4) negative stereotype atau berprasangka buruk,(5) giving one side of a story atau hanya memberikan satu sisi saja dari peristiwa, (6) using derogatory words atau menggunakan kata-kata yang bernada menghina, (7) mixing facts and views atau mencampuradukkan antara fakta dan pandangan pribadi, (8) absence of fact checking atau tidak adanya pengecekan fakta, (9) miss-matching of the content of the text and headlines, images and sound atau tidak sepadannya antara konten berita, judul headline, gambar dan suara.
Apa kesulitan dan kendala untuk mewujudkan good reporting dalam isu agama dan etnisitas? Hasil penelitian menunjukkan (p. 60) bahwa kendala bagi jurnalisme yang baik dalam isu agama dan etnis adalah: (1) kurang mencukupinya pengetahuan jurnalis tentang persoalan-persoalan etnis dan agama; (2) kurangnya pelatihan yang serius tentang sebagai jurnalis yang expert di bidang ini; (3) problem kondisi finansial yang buruk yang dialami media; (4) banyaknya jumlah target tulisan yang dibebankan kepada jurnalis menjadikan hasil kerja tidak evektif; (5) kurangnya waktu persiapan untuk menyiapkan laporan berita.
Lantas, apa hal-hal yang harus diperhatikan di balik dapur berita yang berpengaruh pada reportase? Hasil penelitian menyatakan (p.58), beberapa hal perlu berikut perlu dipertimbangkan, antara lain: (1) kondisi ekonomi yang berpengaruh pada kinerja jurnalis; (2) kesadaran peran jurnalis dalam proses demokratisasi; (3) ekspertasi jurnalis terhadap isu-isu spesifik; (4) kesadaran mengenai aturan legislasi yang terkait sikap anti-diskriminasi; (5) pengetahuan jurnalis tentang kesetaraan atau equality dan kesamaan derajat sesama manusia; (6) pentingnya kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil yang lain.
Adapun Bab VII adalah bab rekomendasi yang mencoba mendukung pentingnya etika jurnalisme (journalism ethics), yakni kegiatan jurnalisme yang berbasis nilai dan gagasan universal tentang jurnalisme yang baik, akurat,adil, berimbang, bertanggungjawab, dan dapat dipercaya. Seorang jurnalis memiliki kewajiban dan tanggungjawab dalam setiap kegiatannya. Terhadap masyarakat publik, mereka harus mengungkapkan kebenaran, menyediakan akses yang sama terhadap media, bertanggungjawab, menghormati privasi, mempertahankan aturan-aturan dan nilai-nilai jurnalisme. Terhadap pembaca, mereka dituntut memberikan informasi yang menarik, penting dan mendukung demokrasi. Terhadap organisasi media, mereka dituntut mengikuti kebijakan perusahaan, bekerja keras untuk menjadikan organisasi media yang menaunginya menjadi kompetitif, melindungi setiap sumber informan. Terhadap sesama rekan kerja, mereka harus membantu memberikan informasi, melindungi kolega dari perlakukan-perlakuan yang sekiranya tidak adil. Dan terhadap dirinya sendiri, mereka harus melaksanakan pekerjaannya dengan penuh integritas dan kesadaran diri.
Sulitnya Menemukan Good Reporting
Hasil penyelidikan Verica Rupar dalam buku ini menunjukkan bahwa dalam kasus di Eropa, media, dengan para jurnalis yang bekerja di balik meja redaksi maupun di lapangan, sebetulnya menyadari dan mengetahui aturan legislasi pemerintah yang melarang setiap bentuk diskriminasi. Sangat kecil dari mereka yang tidak mengetahuinya. Sebenarnya, nilai-nilai dasar dalam jurnalisme, seperti kebenaran, independensi, akurasi, keseimbangan, menghargai privasi, dan meminimalisir kontroversi, sudah terkodifikasi dalam aturan etik baik nasional maupun internasional. Namun, nilai-nilai tersebut masih kurang dipraktekkan sehari-hari dengan tingkatan yang, di berbagai negara. Artinya, masih banyak media dan jurnalis yang mengabaikan aturan yang ada, mengabaikan prinsip-prinsip utama tentang anti-diskriminasi dalam proses reportase, khususnya dalam isu agama dan etnisitas. Akibatnya, muatan berita yang diskriminatif dihasilkan dari proses yang tidak prosedural.
Beberapa faktor berikut masih mempengaruhi buruknya kinerja jurnalis dan menjadi kesulitan untuk mencapai kualitas reportase yang baik (good reporting) antara lain: (1) kondisi finansial media yang kurang terjamin sehingga cenderung menjadikan reportase menjadi motif komersil daripada sebagai pelayanan informasi publik, terkadang malah mencari sensasi, prasangka dan stereotipe; (2) jumlah reporter yang tidak proporsional; (3) kurangnya waktu; (4) kurangnya pengetahuan dalam reporter; (5) kurangnya profesionalitas karena kurang terlatih.
Verica Rupar merekomendasikan beberapa hal penting bagi setiap jurnalis agama dan etnisitas yang dapat dijadikan langkah pendukung terciptanya jurnalisme yang baik. Seorang reporter harus: (1) mengetahui tentang legislasi yang mendasari sikap anti-diskriminasi; (2) memperuas jaringan dan asosiasi; (3) senantiasa menggunakan pendekatan yang berorientasi dialog; (4) senantiasa menyampaikan latar belakang dalam setiap informasi; (5) meletakkan fakta yang dilaporakannya pada konteksnya; (6) menginvestigasi dokumen-dokumen yang ada pada domain publik, seperti perpustakaan, pusat arsip, kantor urusan lokal, dan lain-lain; (7) melakukan wawancara dengan bekal ilmu pengetahuan; (8) memandang orang-orang sebagai manusia, daripada sebagai sekedar penganut suatu agama atau anggota kelompok etnis tertentu; (9) memisahkan antara opini dengan fakta, dan tidak mencampuradukkannya.
Penutup
Atas semua itu, hasil temuan dan rekomendasi apa yang ditulis dan disampaikan oleh Verica Rupar penting bagi penelitian terkait hubungan agama, media dan etika. Tulisannya didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan ekstensif meliputi beberapa negara menyentuh hal yang fundamental dalam kegiatan jurnalisme, khususnya bidang agama dan etnisitas, yakni basis value dan kode etik profesi yang seringkali tidak populer. Meski terbit tahun 2012 buku ini masih relevan sebagai kritik metodologi dalam praktik-praktik wawancara dalam kerja jurnalisme dan penelitian. Lepas dari itu, buku ini bukan saja memberi manfaat bagi jurnalis, tapi juga kepada siapa saja yang terlibat dalam kegiatan penggalian data dengan wawancara, seperti peneliti dan akademisi. Seorang peneliti yang baik harus memperhatikan teknik-teknik dan etika dasar di dalam menggali data di lapangan, sebagaimana yang berlaku bagi jurnalis. Memang objek penelitian ini adalah masyarakat Eropa, tetapi dapat dijadikan ‘kaca pembanding’ untuk melihat kondisi masyarakat agama di Indonesia. (Editor Ranny Rastati)
***
Tentang Penulis :
Muhammad Nur Prabowo Setyabudi. Peneliti di PMB-LIPI bidang agama dan filsafat. Bidang kajiannya tentang filsafat agama, etika/filsafat moral dan filsafat politik. Karya tulisnya antara lain: Filsafat Keutamaan (Philosophy of Virtue) (2019); Pengantar Studi Etika Kontemporer: Teoritis dan Terapan (2017), kontributor dalam Pancasila dalam Diskursus: Sejarah, Ideologi dan Filosofi Bangsa (2017), Cesare Beccaria & Voltaire: Tentang Kejahatan dan Hukuman (2018) “Kebijakan Eudaemonisme Religius dalam Alam Pikiran Filsuf Indonesia” dalam Indonesia sebagai Ruang Imajinasi: Seri Studi Kebudayaan 2. Menyunting dan menerjemahkan beberapa buku antara lain: Pengantar Filsafat Politik (2013), Pengantar Filsafat Hukum (2017), Pemikiran Islam: Sebuah Pengantar (2015), Tafsir al-Qur’an: Sebuah Pengantar (2016), Pengantar Studi al-Qur’an (2016), Paradigma, Prinsip dan Metode Penafsiran Kontekstualis atas al-Qurán (2015); Nabi Isa dalam al-Qurán: sebuah Interpretasi Outsider atas al-Qurán (2017). Korespondensi: mnurpsb@gmail.com
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Berita2020.12.04Jurnal Masyarakat dan Budaya, Terbitkan Edisi Transformasi Sosial Budaya
Berita2020.12.02Meninjau Ulang Revolusi Indonesia (1945-1949) sebagai Perjuangan Umat Islam
Opini2020.12.02Muatan Lokal Bahasa Daerah Bukanlah Satu-Satunya Solusi Pembelajaran Bahasa Lokal Daerah Setempat
Berita2020.08.09Dua Belas Prinsip Pendekatan Ekosistem dalam Tata Kelola Sumber Daya Alam