Jika kondisi ini terus menerus dibiarkan, alih-alih mencanangkan “Kedaulatan Pangan Lokal”, daerah-daerah tertentu yang memiliki kekayaan budaya berupa kebiasaan pangan lokal (Food Habits) pokok non beras dalam jangka pendek akan semakin tergantung kepada pangan pokok beras dan daerah-daerah itu bisa dipastikan akan mengalami defisit ketersediaan beras sehingga mengancam kepada terjadinya kerawanan pangan. Untuk mengemballikan kedaulatan pangan lokal, tentunya diperlukan usaha keras dari pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk secara sungguh-sungguh berupaya mengembalikan kedaulatan pangan lokal dengan berbagai dukungan kebijakan dan program kegiatan peningkatan konsumsi pangan pokok non beras bagi daerah-daerah yang memang memiliki food habits tersebut.
Program antara instansi terkait (misal Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan) harus saling melengkapi dan mendukung, bukan program yang berjalan sendiri-sendiri dan seyogianya bersifat bottom-up yang diusulkan ke Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Tentu saja dukungan dana pusat yang fleksibel dalam sistem penganggarannya dan dukungan dana daerah akan memberi peluang bagi upaya mengembalikan kedaulatan pangan lokal. Sistem JISAM (Kajian Bersama) haruslah dijadikan dasar dalam pembuatan dan penentuan program lintas instansi atau dinas terkait. Selain itu penyertaan wakil petani, penyuluh pertanian lapangan, institusi keagamaan, akademisi atau Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai bagian dari stakeholders dalam pembuatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dan monitoring program kegiatan akan menjadi kekuatan dan dukungan dari masyarakat sipil yang berperan sebagai mitra dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Upaya pengembalian kedaulatan pangan lokal memang membutuhkan pelibatan partisipasi publik secara luas dan kontinu karena sesungguhnya pola makan (dietary patterns) merupakan cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok masyarakat untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial. Pola makanan juga dapat diartikan sebagai tingkah laku manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan (Harper, Deaton & Driskel, 1986: 251). Jadi karena kebiasaan pangan atau pola makan itu merupakan bagian dari budaya masyarakat butuh keterlibatan segenap pihak untuk mewujudkan-nya menjadi kedaulatan pangan lokal.
Judul : Qou Vadis Kedaulatan Pangan Lokal : Mengembalikan Kedaulatan Pangan Lokal
Sumber : Berita Manado
Tautan Gambar : http://pangan.banglikab.go.id/
Jenis : Opini
Tanggal : 12 September 2012
Penulis : Henny Warsilah
Diunggah oleh
Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75” Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial