Putusan MK Kemenangan Bagi Perempuan berita satu 18 Februari 2012Keputusan MK menghasilkan ruang transparan bagi pandangan pernikahan siri. Henny Warsita, sosiolog Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menjelaskan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi ini justru adalah hal yang positif bagi kaum wanita di Indonesia, “Ini menandai kemenangan bagi kaum perempuan, terutama untuk wanita-wanita yang bekerja di tambang. Hak mereka dan anak mereka dapat dilindungi,” kata Henny kepada Beritasatu.com, hari ini. Henny juga mengatakan putusan ini berpihak kepada para wanita yang menjadi korban nikah siri.

Misalnya, yang marak terjadi dengan para pelancong dari negara-negara di Timur Tengah yang datang ke Indonesia hanya untuk mendapatkan pasangan sesaat. Dalam segi sosial dan budaya, Henny mengatakan bahwa dengan perubahan pada pasal 43 UU Perkawinan, tidak akan ada lagi istilah “anak haram” ke depannya. “Anak-anak hasil di luar nikah tidak akan lagi dicap sebagai “anak haram”, dan dia tidak akan lagi bisa dilecehkan di lingkungannya,” kata Henny. Lebih jauh, Henny menjelaskan bahwa hal ini juga menghilangkan kesan ruang abu-abu bagi pernikahan siri, yang sah secara agama, namun tidak secara hukum. “Tentunya keputusan MK ini menghasilkan ruang transparan bagi pandangan terhadap pernikahan siri yang tadinya masih samar-samar,” tegasnya.

MK hari ini mengabulkan permohonan Aisyah Mochtar alias Machica Mochtar untuk menguji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pengujian tersebut berasal dari anggapan Machica bahwa hak dan kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan diberlakukannya Undang Undang (UU) No 1 tahun 1974. Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan, “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.” Namun, menurut putusan MK, hubungan keperdetaan anak Machica seharusnya tidak hanya pada ibunya, tapi juga pada ayahnya. Sebab perkawinan Machica adalah sah dan sesuai rukun nikah dan norma agama ajaran Islam, bukanlah bentuk perzinahan. Keputusan MK menyebutkan bahwa pasal 43 ayat (1) UU No 1 tahun 1974 yang menyatakan ” ‘Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya’ diubah menjadi berbunyi ” ‘Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.’

Perubahan pada pasal ini juga mengartikan bahwa anak di luar perkawinan tetap memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya. Hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menjelaskan, hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan. Tapi, dapat juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Dengan demikian, terlepas dari soal prosedur/administrasi perkawinannya, anak yang dilahirkan harus mendapatkan perlindungan hukum. ‘Hukum harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status seorang anak yang dilahirkan dan hak-hak yang ada padanya, termasuk terhadap anak yang dilahirkan meskipun keabsahan perkawinannya masih dipersengketakan,’ terangnya. Hal ini dikarenakan sebelum pasal 43 ayat (1) UU No 1/ 1974 tersebut diubah, pasal tersebut bertentangan dengan UUD RI 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

Judul                     : Putusan MK Kemenangan Bagi Perempuan

Sumber                : beritasatu.com

Tautan Gambar   : http://www.sumbawanews.com/berita/mk-hentikan-sengketa-pemerintah-dan-dpr-terkait-pembelian-saham-pt-nnt

Jenis                     : Berita

Tanggal                 : 18 Februari 2012