[Masyarakat & Budaya, Vol. 25, No. 3, Januari 2022]

Oleh Wihandary Stefani Eldo (Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie)

Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini memanglah tidak dapat dihindari serta sudah menjadi sebuah praktik pada kehidupan manusia modern. Salah satu contohnya adalah dengan adanya perkembangan internet. Hampir seluruh kegiatan manusia sudah mulai terintegrasi dengan internet, seperti berkomunikasi, bertukar informasi, konektivitas, edukasi, hiburan hingga bisnis.

Di Indonesia sendiri hampir separuh dari total populasi penduduknya adalah pengguna aktif internet, hal ini didasari oleh data laporan digital Hootsuite (We Are Social) tahun 2020 (Riyanto, 2020). Melalui data tersebut diketahui bahwa ada sekitar 175.4 juta atau 64% penduduk Indonesia yang menggunakan internet dengan jumlah total penduduk 272.1 juta. Selain itu, disebutkan juga bahwa masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menggunakan internet dengan rata-rata waktu penggunaan sekitar 7 jam 59 menit atau hampir sekitar 8 jam per—hari. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan banyak menghabiskan waktunya dengan menggunakan atau memanfaatkan teknologi internet dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

Digital Marketing dan Brand

Pemanfaatan teknologi internet di era yang serba digital seperti saat ini ternyata juga tidak hanya digunakan oleh orang-orang untuk kehidupan atau aktivitasnya sehari-hari saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh banyak brand untuk melakukan kegiatan digital marketing. Menurut Clow & Baack (2018) digital marketing merupakan bentuk pemasaran yang menggabungkan semua komponen e-commerce, pemasaran internet, pemasaran seluler dan segala hal yang mencakup adanya jejak digital. Kingsnorth (2016) menjelaskan bahwa keputusan bisnis mulai dari pengembangan produk, penentuan harga, hubungan masyarakat, dan proses recruitment sudah menjadi bagian dari digital marketing. Clow & Baack (2018) juga menambahkan bahwa saat ini adanya kecenderungan pelanggan dan para pelaku bisnis untuk mengandalkan internet guna melakukan research atas sebuah produk, membuat dan melakukan sebuah perbandingan, menulis dan membaca komentar atau yang lebih dikenal dengan customer review, berinteraksi dengan sesama pelanggan dan pelaku bisnis, dan melakukan pembelian produk.

Dalam melakukan digital marketing, suatu brand dapat melakukan strategi pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan brand awareness hingga brand loyalty dengan menjadikan konsumen atau khalayak sasarannya sebagai pengguna tetap brand tersebut. Kegiatan digital marketing ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja, melalui perangkat digital atau tools seperti website, media sosial, mobile apps, online video, email dan blog (Kotler & Armstrong, 2018). Tools digital marketing yang sering dan umum digunakan saat ini adalah media sosial, contohnya Instagram dan Twitter agar dapat memudahkan sebuah brand untuk saling berhubungan secara langsung dengan konsumen atau target audience-nya.

Instagram dan Twitter

Pemanfaatan media sosial Instagram dan Twitter kerap kali digunakan oleh banyak brand untuk memasarkan produk dan jasanya, dengan manfaatkan karakteristik dari masing-masing media sosial tersebut.

Clow & Baack (2018) dalam bukunya yang berjudul Integrated Advertising, Promoting, and marketing Communication, menjelaskan bahwa Instagram merupakan media sosial untuk berbagi foto dan video. Selain itu, penggunaan media sosial Instagram ini juga dapat digunakan oleh brand untuk digunakan sebagai opsi situs mereka. Pemanfaatan ini digunakan sebagai communication channel oleh brand dalam menyampaikan pesan kepada khalayak sasarannya (Lee & Kotler, 2020). Fitur-fitur yang dimiliki oleh Instagram ialah unggahan foto, instastory, direct message, IGTV, like, comment, dll. Dimana, fokus utama media sosial Instagram ini adalah konten dalam bentuk foto atau video.

Berbeda dengan Twitter yang terfokus pada layanan microblogging (Clow & Baack, 2018). Microblogging adalah sebuah fitur yang disediakan oleh media sosial, dimana penggunanya hanya dapat mempublikasikan pesan secara singkat biasanya maksimal terdiri dari 140 karakter (Sukrillah, dkk, 2018 dalam Afifah, 2021). Clow & Baack (2018) menjelaskan bahwa Twitter digunakan oleh suatu brand atau perusahaan untuk mengidentifikasi dan menjangkau pelanggannya, sebab media sosial tersebut dapat melihat apa yang dikatakan atau disampaikan konsumen atas brand atau produk yang ditawarkan.

Berdasarkan kedua karakteristik media sosial Instagram dan Twitter ini memiliki keunikan dan keunggulannya masing-masing. Instagram terfokus dengan konten berupa foto dan video sedangkan Twitter sangat kuat dengan konten berupa microblogging-nya.

Brand dan PPKM

Pemanfaatan media sosial Instagram dan Twitter ini juga digunakan oleh salah satu brand yang bergerak pada penyediaan on-demand yang multi-service platform and digital payment technology seperti Gojek dalam memasarkan dan mempromosikan campaign #ProteksiEkstra di tengah Permberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak awal bulan Juli 2021. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi dan edukasi kepada para mitra driver serta mitra usaha Gojek untuk berhati-hati, mengingatkan kebersihan, dan terus tetap menjaga kesehatan diri bagi mitra, pelanggan, keluarga dan juga orang-orang di sekitar mereka pada setiap pemesanan.

Dalam campaign ini, Gojek melakukan beberapa perubahan operasi layanannya seperti layanan transportasi, layanan pesan – antar makanan GoFood, layanan belanja kebutuhan sehari-hari melalui GoMart dan GoShop. Hal ini dilakukan oleh Gojek untuk selalu memberikan proteksi ekstra pada masing-masing layanan yang dimiliki agar mitra dan pelanggan tetap terhindar dari penularan virus Covid-19.

Campaign #ProteksiEkstra ini juga disampaikan oleh Gojek pada beberapa platform media sosial yang dimiliki oleh Gojek, seperti contoh Instagram dan Twitter. Gojek mengomunikasikan konten campaign #ProteksiEkstra ini secara unik sesuai dengan gaya khas milik Gojek, seperti menggunakan gambar-gambar ilustrasi, copy yang lucu untuk caption dan poster, dan mengadakan giveaway untuk followers-nya di Twitter. Teknik penyampaian seperti ini juga dapat membantu meningkatkan brand engagement antara followers dengan Gojek itu sendiri.

Pola Komunikasi

Dengan adanya pemanfaatan Instagram dan Twitter yang digunakan oleh Gojek dalam menyampaikan pesan tentunya akan terbentuklah pola komunikasi di dalamnya guna membangun engagement antara Gojek dengan followers dari masing-masing platform tersebut.

Pada Instagram yang karakteristik media sosialnya terfokus pada konten berupa foto dan video, membuat para penggunanya juga akan terfokus pada isi konten dalam foto atau video yang diunggah, dalam hal ini Gojek sebagai pengunggahnya. Konten yang disebarkan oleh Gojek, secara otomatis akan terlihat oleh para pengguna Instagram yang mengikuti akun Instagram Gojek. Bila dilihat dari penggunaan fitur komentar pada unggahan Gojek. Terlihat bahwa adanya keteraturan fitur tersebut untuk digunakan oleh Gojek dalam membalas komentar yang ada di dalamnya, sehingga informasi yang disampaikan dapat terlihat dengan jelas, dan terorganisir oleh followers yang ingin mengetahui satu informasi yang sudah ditanyakan atau disampaikan sebelumnya. Hal ini memengaruhi pola komunikasi Gojek dengan followers dalam membangun brand engagement.

Berbeda dengan Twitter, yang mempunyai karakteristik microblogging (terfokus pada tulisan atau pesan) dengan fitur retweet, replay, like, dan mention. Sehingga membuat Twitter menjadi media sosial based on words, dimana pesan yang disebarkan oleh satu akun dapat disebar luaskan kembali hanya dengan menggunakan fitur retweet dan tanpa perlu melakukan pengetikan ulang kembali atas pesan yang sudah disampaikan. Selain itu, dengan adanya fitur reply ini juga membuat satu pesan yang sudah disebarkan dapat dibalas kembali oleh banyak pengguna Twitter sehingga pesan tersebut dapat menjadi cabang, dan satu informasi yang sudah disampaikan kemungkinan akan tertutup dengan reply orang lain.

Dengan karakteristik Twitter yang terfokus pada pesan ini membuat adanya kecenderungan perilaku konsumen Gojek yang melakukan pengaduan atas pelayanan Gojek atau adanya kendala dalam aplikasi yang dapat memengaruhi brand image Gojek. Sehingga membuat Gojek lebih cenderung aktif membalas pesan followers-nya di Twitter dan membuat terbentuknya pola komunikasi di dalamnya sehingga dapat meningkatkan brand engagement. (Editor: Al Araf A.M)

Referensi:

Ilustrasi: Shutterstock

Afifah, K. N. (2021). Microblog pada Instagram sebagai Media Informasi Pengembangan Diri (Analisis Isi pada Akun Instagram @satupersenofficial). Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.

Clow, K. E., & Baack, D. (2018). Integrated Advertising, Promotion, and Marketing Communication (18th Edition). Pearson Education Limited.

Kingsnorth, S. (2016). Digital Marketing Strategy: An Integrated Approach to Online Marketing (1st Edition). Kogan Page Limited.

Kotler, P., & Armstrong, G. (2018). Principles of Marketing (17th Edition). Pearson Limited.

Lee, N. R., & Kotler, P. (2020). Social Marketing: Behaviour Change for Social Good (6th Edition). SAGE Publication, Inc.

Riyanto, A. . (2020). Hootsuite (We Are Sosial): Indonesia Digital Report 2020. https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2020/

______________________________________

*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN

_______________________________________ 

Tentang Penulis

 

 

 

 

Wihandary Stefani Eldo merupakan mahasiswi tingkat akhir dari Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Bakrie dengan peminatan Marketing Communication. Ia memiliki ketertarikan pada bidang-bidang yang berhubungan dengan marketing communication, digital marketing, social media, dan brand activation. Ia dapat dihubungi melalui email: wihandarystefani@gmail.com.