[Masyarakat & Budaya, Vol. 25, No. 26, April 2022]
Oleh Ardy Firman Syah (Badan Riset dan Inovasi Nasional)
Penetapan kebijakan dalam pemindahan Ibu Kota Negara baru memberikan beragam dampak terhadap pola sosial, pemerataan ekonomi, dan pemerataan tingkat kompetensi terhadap sumber daya manusia. Kemudian, perkembangan infrastruktur dalam pembangunan ibu kota baru membutuhkan tindakan yang diperlukan selanjutnya dalam mereduksi berbagai kemungkinan yang terjadi pasca perpindahan, baik status sosial, sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana. Hal tersebut adalah hal yang signifikan sebagai fenomena strategis yang diangkat menjadi isu prioritas bagi para pimpinan dalam melanjutkan percepatan pembangunan infrastruktur dan pengesahan lingkungan ibu kota baru.
Langkah strategis pemerintah dalam menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara menjadikan sebagai landasan hukum yang komprehensif dalam membangun tata kelola pemerintahan di kawasan Ibu Kota Negara baru. Penetapan dasar hukum ini diharapkan mampu menjadikan susunan Undang-Undang yang dapat merepresentasikan Ibu Kota bukan hanya sebagai simbol negara, tetapi juga mengembalikan hakikatnya pada pembangunan infrastruktur yang memadai serta pemerataan ekonomi di Indonesia. Pada prinsipnya, penyusunan Undang-Undang Ibu Kota Negara membahas mengenai perpindahan Instansi Pemerintah baik Lembaga maupun Kementerian, pembangunan fasilitas infrastruktur serta perpindahan sumber daya manusia yang merefleksikan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pemerintahan berbasis digital. Kemudian pada bab ketentuan umum didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara menyatakan bahwa pembangunan dan pengelolaan Ibu Kota Nusantara memiliki visi Ibu Kota Negara sebagai kota dunia untuk semua yang bertujuan utama mewujudkan kota ideal yang dapat menjadi acuan (role model) bagi pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia dan dunia. Visi besar tersebut bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai:
- kota berkelanjutan di dunia, yang menciptakan kenyamanan, keselarasan dengan alam, ketangguhan melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan rendah karbon;
- penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, yang memberi peluang ekonomi untuk semua melalui pengembangan potensi, inovasi, dan teknologi; serta
- simbol identitas nasional, merepresentasikan keharmonisan dalam keragaman sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika.
Aspek pada simbol identitas nasional merefleksikan bahwasanya membangun dan menata Ibu Kota Negara tentunya memerlukan konsep yang matang dan didasari pada visi jangka panjang bangsa Indonesia yang tertuang dalam Visi Indonesia 2045. Pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara memerlukan prinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals), yakni dibangun dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan warga kota dari aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi tanpa mengancam keberlanjutan sistem lingkungan alam. Namun peluang yang muncul dari transisi perpindahan Ibu Kota Negara dari aspek mutasi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) beserta keluarganya sebagai warga pendatang memiliki sisi lainnya yang perlu diperhatikan. Salah satu sisi tersebut adalah kemungkinan munculnya kesenjangan sosial di lingkungan tersebut.
Kesenjangan Sosial
Berdasarkan hasil seminar nasional yang diselenggarakan oleh Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Pudjiastuti, 2019), menyatakan beberapa poin penting yaitu adanya potensi migrasi sekitar 1,5 juta ASN beserta keluarga pada tahun 2045 mendatang. ASN yang akan pindah mayoritas berpendidikan S1 ke atas, padahal di daerah calon Ibu Kota Negara baru mayoritas masih lulusan SMA. Oleh sebab itu perlu dipikirkan bagaimana strategi adaptasi bagi penduduk lokal untuk mendapat kualitas kehidupan yang sama. Berdasarkan tinjauan teoritis menurut Bruce J. Cohen dalam jurnal Taher (2010), konsep kesenjangan sosial diartikan sebagai kesenjangan yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu di dalam masyarakat.
Kegagalan adaptasi dan kesenjangan sosial yang terjadi berimplikasi pada hubungan yang tidak harmonis dimana hubungan antar kelompok menjadi tegang dan berpotensi konflik. Hubungan yang tidak harmonis antara penduduk asli dengan penduduk pendatang terjadi karena adanya latar belakang yang berbeda. Perbedaan latar belakang tersebut dapat berpotensi memunculkan perbedaaan sikap dan pandangan yang berujung pada kurangnya menghargai satu sama lain. Bruce J. Cohen sering menyebut bahwa kehidupan sosial menghasilkan konflik yang berstruktur (Taher, 2010). Konflik selalu terjadi dalam suatu struktur atas sistem tertentu yang secara umum dapat dilihat dalam kalangan atas dengan kalangan bawah. Konflik ini terjadi karena kepentingan yang berbeda maka akan mudah dipahami bahwa konflik itu selalu ada di dalam masyarakat antara kalangan atas dan kalangan bawah tersebut (Wirawan, 2012).
Peran Pemerintah Dalam Menyelesaikan Kesenjangan Sosial
Atmosfer yang diciptakan dalam perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia akan memperlihatkan potensi terjadinya kesenjangan baik dalam aspek sosial, ekonomi, maupun budaya yang diciptakan dengan munculnya warga pendatang dan kontradiksinya terhadap kehidupan sosial budaya warga setempat. Aspek sosial dapat berupa guncangan budaya (culture shock)—perubahan paradigma secara cepat dan singkat antara aspek sosial budaya yang biasa diterapkan pada daerah tersebut.
Lokasi inti Ibu Kota Negara direncanakan akan menempati sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kertanegara (Kukar). Saat ini, penduduk di Kabupaten PPU berjumlah 160,9 ribu jiwa, dan di Kabupaten Kukar berjumlah 786,1 ribu jiwa. Sedangkan total penduduk Kalimantan Timur saat ini berjumlah 4.448.763 jiwa. Mayoritas penduduk Kalimantan Timur saat ini didominasi oleh pendatang yang berasal dari Jawa, Bugis, dan Banjar, serta berbagai etnis lainnya dalam jumlah yang relatif lebih kecil. Berdasarkan data statistik tersebut, menujukan langkah strategis yang diambil dari pemerintah dalam mensinergikan unsur-unsur budaya yang terdapat di daerah Ibu Kota Negara dengan unsur-unsur budaya yang dibawa dari warga pendatang. Langkah ini dapat diimplementasikan dengan adanya program pemerintah yang merangsang keharmonisan interaksi sosial antar masyarakat.
Pemerintah perlu menggalakkan bagi tiap pemimpin daerah untuk melaksanakan kegiatan yang dapat mewujudkan interaksi sosial antar mayarakat agar berimplikasi pada kerukunan antar suku dan adat-istiadat yang melingkupinya serta kehidupan yang memiliki toleransi yang tinggi bagi warga asli maupun warga pendatang. Adanya pembangunan sarana prasarana seperti dalam menunjang aspek pendidikan pun seyogianya tidak bersifat eksklusif bagi kelompok-kelompok tertentu. Hak dalam menerima pendidikan ini tentunya akan berdampak pula pada kompetensi yang dimiliki dalam mengkaderisasi generasi-generasi penerus di wilayah Ibu Kota Baru tanpa terkecuali.
Mengikuti perkembangan teknologi yang terjadi pada era society 5.0 melalui digital government, maka secara mandatory tata kelola pemerintahan pun memerlukan spesialisasi khusus bagi sumber daya manusia yang haus akan perkembangan teknologi. Potret kondisi ini tentunya dijadikan fokus perhatian pemerintah dalam memajukan perkembangan sumber daya manusia sehingga tidak menimbulkan kesenjangan baik hak seperti pada aspek dalam menerima pendidikan, fasilitas sarana prasarana pendidikan maupun kemajuan dalam meningkatkan kompetensi sumber daya aparatur di wilayah Ibu Kota Negara. (Editor: Rusydan Fathy)
Referensi
Pudjiastuti, T. N. (2019). Mengurai Efek Sosial Pemindahan Ibu Kota Negara. Retrieved December 7, 2022, from http://lipi.go.id/berita/single/Mengurai-Efek-Sosial-Pemindahan-Ibu-Kota-Negara/21874
Taher, H. dan A. (2010). Penyalahgunaan Warnet di Kalangan Remaja (Studi pada SMA Negeri 1 Singkil di Kawasan Pasar Singkil. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah, 3(2), 44.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara.
Wirawan. (2012). Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kenana Prenada Media Group.
______________________________________
*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN
_______________________________________
Tentang Penulis
Penulis merupakan salah satu ASN dengan jabatan Peneliti Ahli Pertama BRIN. Penulis tertarik pada bidang manajemen sumber daya aparatur, kebijakan publik serta ekonomi dan perpajakan. Penulis dapat dihubungi melalui: ardyfirmansyah24@gmail.com
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.06.08“Jelita Di Tengah Bara”: Meneroka Inovasi Konservasi Sosial Ekonomi Anggrek Endemik Vanda tricolor Di Kawasan Gunung Merapi
Berita2023.06.08BRIN – Populix Jalin Kerja Sama Riset Budaya Ilmiah Pada Generasi Milenial dan Gen Z
Call for Paper2023.06.06CALL FOR PAPERS INTERNATIONAL FORUM ON SPICE ROUTE (IFSR) 2023
Artikel2023.05.04Re-Rekognisi Mitos Maskulinitas (yang) Mahal Dalam Uang Panai’