Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya, menyelenggarakan
webinar dengan judul “Kearifan Lokal & Kemaritiman di Papua” secara virtual melalui Zoom
Meeting pada Kamis (20/5). Plt. Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (LIPI), Ahmad
Najib Burhani mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk menandai kebangkitan rasa persatuan dan
kesatuan serta nasionalisme. “Dalam semangat Harkitnas, melalui webinar ini kita membicarakan
tentang Papua agar rasa kebangkitan persatuan dan kesatuan serta nasionalisme menjadi lebih kuat,”tuturnya saat sambutan sekaligus membuka webinar.
Dirinya menyatakan, LIPI mencoba untuk menggaungkan perspektif yang diluar perspektif militer
yaitu lebih condong ke perspektif sosial budaya dalam melihat Papua. “Kita banyak meneliti tentang
bahasa serta orang asli Papua, sebagai bagian daripada penelitian yang kita tekankan di dalam PMB
LIPI ini. Selain itu, kita juga tahu bahwa, bahasa atau Ras Melanesia terbesar di dunia ada di
Indonesia dan itu penting untuk digaris bawahi, karena mungkin ada yang menyebutkan kalau Ras
Melanesia terbesar ada dari tempat yang lain,” jelas Najib.
Lebih lanjut Najib menjelaskan, Ras Melanesia tersebut adalah dari gabungan Melanesia di enam
negara yakni, Papua Nugini, Timor Leste, Vanuatu, Kaledonia, Solomon, dan Fiji. “Sedangkan Ras
Melanesia di Indonesia mayoritas ada di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara
Timur dan ini yang menjadikan Indonesia mempunyai ras Melanesia terbesar di dunia,” ungkapnya.
Selain itu, Najib berpesan walaupun menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu
bangsa, namun baiknya tetap mempertahankan bahasa-bahasa lokal yang ada di daerah sebagai bagian untuk memperkaya perspektif. “Salah satu kekuatan kenapa bahasa itu perlu dipertahankan adalah memperkaya perspektif kita, serta menunjukkan bahwa wacana kita tidak satu tetapi banyak dan itu semua akan memperkaya kebangsaan kita,” tegasnya.
Menurut Peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI, Fanny Henry Tondo, mengatakan
bahwa keadaan bahasa, etnisitas, dan kemaritiman pada Etnis Yaben dan Biak. “Kedua etnis tersebut
hidupnya dilingkupi dengan dunia kemaritiman. Etnis Yaben, banyak ditemukan di pesisir Sorong
Selatan. Sementara itu, Etnis Biak merantau dan banyak yang berlayar membuat perkampungan baru, seperti di pesisir Manokwari,” jelasnya.
Dijelaskan Henry, ekologi Bahasa Yaben bertipe balanced equitable ecology atau ekologi bahasa
seimbang. “Artinya penuturnya menggunakan bahasa melayu Papua sebagai solusi komunikasi
dengan kelompok penutur bahasa lain yang sangat beragam atau lingua franca,” paparnya.
“Orang Yaben bermata pencaharian dengan melaut dengan hasil ikan, kepiting, udang, dan lain-lain
yang selanjutnya dijual ke Pasar Ampera, Teminabuan. Selain melaut mereka juga bermata
pencaharian dari penangkaran buaya yang kulitnya dijual ke Surabaya, berburu buaya, serta menanam dan mengolah sagu. Selain di laut, orang Yaben juga sering hidup di sungai dengan perahunya, sehingga masyarakat sekitarnya biasa menjulukinya sebagai “manusia perahu”,” imbuhnya.
Sementara itu, menurutnya orang Biak memiliki penguasaan bahasa dari bilingual hingga trilingual
yakni, Biak, melayu Papua, & bahasa lokal lainnya. “Dari segi kemaritiman, perantauan keluar dari Pulau Biak dilatar belakangi mitos tokoh Manarmakeri. Hal itu menyebabkan banyak orang Biak
berlayar dan pada akhirnya menetap di berbagai pelosok Papua hingga ke luar pulau,” tuturnya.
“Aspek perantauan ini, menyebabkan banyak orang Biak dapat ditemukan di berbagai bidang
kehidupan khususnya di Papua dan Papua Barat. Banyak orang Biak yang menjadi pejabat, pendeta,
guru Injil, guru di sekolah, dan lain-lain. Berbagai posisi di tingkat klasis maupun sinode pun banyak
diisi orang Biak,” pungkasnya.(sf/ ed:mtr)
_____________________
*) Berita dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI
*) Ilustrasi: Shutterstock
Diunggah oleh
Unggahan lainnya
Artikel2023.06.08“Jelita Di Tengah Bara”: Meneroka Inovasi Konservasi Sosial Ekonomi Anggrek Endemik Vanda tricolor Di Kawasan Gunung Merapi Berita2023.06.08BRIN – Populix Jalin Kerja Sama Riset Budaya Ilmiah Pada Generasi Milenial dan Gen Z Call for Paper2023.06.06CALL FOR PAPERS INTERNATIONAL FORUM ON SPICE ROUTE (IFSR) 2023 Artikel2023.05.04Re-Rekognisi Mitos Maskulinitas (yang) Mahal Dalam Uang Panai’