[Masyarakat dan Budaya, Volume 14, Nomor 3, Februari 2021]
Oleh Arief Hartanto (Peneliti PMB LIPI)
Ketika awal mula disampaikan kepada publik bahwa ada masyarakat yang terpapar virus COVID 19, seketika itu terjadi kegaduhan dimana-mana. Kebimbangan dan kecemasan masyakarat berakibat pada pola pikir dan perilaku yang tidak semestinya. Peristiwa ini terjadi di masyarakat salah satunya dalam bentuk perilaku berbelanja yang berlebihan untuk menimbun makanan dan bahan-bahan keperluan lainnya.
Gambar 1. Komik himbauan tetap tenang saat pandemi covid 19.
Sumber: https://www.instagram.com/p/B9dKPfKBq3w/
Kondisi tersebut kemudian direspon cepat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Informasi ini dalam bentuk ilustrasi komik (komik) seperti yang terdapat pada gambar 1 dengan isi informasi berupa anjuran untuk tidak panik dalam menyikapi kejadian tersebut. Informasi ini merupakan bagian dari literasi media yang diunggah Presiden Jokowi di akun Instagramnya (@jokowi).
Kemudian, dalam perkembangannya, kegaduhan kembali yang terjadi muncul khususnya terkait vaksin COVID 19. Banyak terjadi penolakan tentang status keberadaan vaksin itu sehingga membuat ketidakpercayaan masyarakat. Dengan sigap pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memberikan informasi dalam bentuk literasi media tentang keamanan dan siapa saja yang wajib mendapatkan vaksin seperti pada gambar 2. Literasi media dalam bentuk komik itu diunggah di akun resmi Instagram Kementrian Kesehatan (@kemenkes_ri). Komik yang disajikan sangat menarik dan mudah dipahami untuk semua lapisan masyarakat.
Gambar 2. Komik Penerima Vaksin Covid 19.
Sumber: https://www.instagram.com/p/CIfMVRbBxfk/
Literasi masyarakat penting dilakukan karena bahaya mengancam masyarakat dengan literasi rendah. Imbasnya, masyarakat berliterasi rendah lebih mudah dipengaruhi berita tidak benar dan hoaks. Sepanjang pandemi COVID 19, berbagai isu dapat dengan mudah viral di masyarakat. Kecepatan internet menjadi salah satu faktor tersebarnya berbagai isu baik positif maupun negatif. Hal ini membuat kita harus cermat dalam menelaah konten media.
Pada dasarnya, ada enam dampak dari rendahnya budaya literasi masyarakat, yaitu (1) tingginya angka putus sekolah, (2) kebodohan yang tidak berujung, (3) meluasnya kemiskinan, (4) rendahnya nilai produktifitas kerja, dan (5) munculnya kerentanan masyarakat dalam menyikapi informasi menjadi kurang bijaksana (Yunus, 2020). Literasi sejatinya tidak sebatas pada baca dan tulis, tetapi ada pula prinsip-prinsip yang muncul sebagai faktor literasi media (Herlina, 2019). Menurut Herlina (2019), faktor literasi media berupa (1) mempertimbangkan siapa pengarang atau penulis isi media, (2) mengevaluasi khalayak, (3) mempertimbangkan arah tujuan institusi media, (4) menganalisis konten, dan (5) mengidentifikasi teknik kreatif yang digunakan media.
Jenis-jenis literasi media beragam bentuknya dilihat dari mediumnya. Menurut Herlina (2019) literasi media memiliki medium sebanyak tiga jenis berupa cetak, elektronik dan digital yang karakteristik masing-masing. Media cetak bisa berupa majalah, surat kabar, dan buku. Sementara, media elektronik berupa penyiaran radio, media film dan televisi. Lalu, media elektronik yaitu internet dapat diakses melalui komputer dan smartphone (ponsel pintar).
Komik dalam Literasi Media
Kekuatan literasi media menjadi kekuatan yang berfungsi sebagai penyeimbang dan pengklarifikasian atas berita hoaks yang beredar di masyarakat. Literasi media bisa dikembangkan dalam bentuk dan teknik yang beraneka macam sehingga menarik perhatian khalayak. Salah satunya melalui penggunaan komik yang dapat menjadi salah satu bentuk kreatifitas yang menarik. Kearns & Kearns (2020) menyampaikan bahwa komik menjadi salah satu bentuk literasi yang memuat informasi kesehatan publik. Penyampaian informasi pun menjadi menarik karena dalam komik terdapat unsur gambar, tulisan dan grafis yang tergabung dalam panel-panel seri cerita.
Komik sejatinya sudah lama dikenal oleh masyarakat. Gaya komunikasi visual dalam komik lebih mudah dicerna oleh semua khalayak. Pembaca komik bahkan dapat berimajinasi terhadap figur-figur dalam cerita tentang informasi yang terdapat dalam panel komik itu (Kearns & Kearns, 2020). Penggunaan komik dalam literasi media tentu memiliki kekuatan narasi yang bermanfaat untuk kesehatan masyarakat.
Dalam studi yang telah dilakukan oleh McNicol (2017), ditemukan bahwa manfaat potensial menggunakan komik dalam literasi media dilakukan untuk mengkomunikasikan informasi kesehatan secara faktual baik kondisi fisik dan mental. Selain itu, komik juga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pasien dan anggota keluarga tentang aspek sosial dan psikologis penyakit melalui penggunaan naratif, penokohan dan gambar.
Komik di Indonesia
Sejarah panjang komik Indonesia dimulai tahun 1930an dalam bentuk komik strip yang terbit di koran-koran (Graceca, Rahayu, & Mustika, n.d.). Sebelum masuknya komik-komik dari luar negeri, Indonesia telah memiliki komikus handal seperti Kwo Wan Gie, R.A Kosasih dan John Lo. Para komikus di era awal ini terkenal dengan genre komik dongeng yang mengangkat cerita kerakyatan. Pada era saat ini, genre komik kemudian berkembang sangat luas mulai dari genre humor, indie, dan pendidikan. Penggunaan komik dalam literasi media awalnya banyak kita jumpai pada bidang pendidikan sebagai alat bantu untuk siswa dalam memahami materi pelajaran. Kemudian berjalannya waktu penggunaan komik dalam literasi media terus berkembang ke banyak sektor.
Ke depannya, penggunaan komik dalam literasi media diharapkan tidak sebatas pada kreatifitas dan eye-catching (enak dipandang mata). Perlu ada pertimbangan penting lainya untuk menampilkan data dan fakta secara benar. Komik pun harus relevan dengan kondisi kehidupan sehari-hari agar menjadi bagian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa (Editor: Ranny Rastati).
Referensi
Herlina, D. (2019). Literasi Media: Teori dan Fasilitasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Graceca, D. A., Rahayu, Y. K., & Mustika, P. P. (n.d.). Komik Indonesia dari Masa ke Masa. Retrieved January 6 2021, from https://interaktif.kompas.id/baca/evolusi-komik-indonesia/
Kearns, C., & Kearns, N. (2020). The Role of Comis in Public Health Communication During The COVID-19 Pandemic. Journal of Visual Communication in Medecine, 43(3), 1 – 11.
Kemenkes_RI. Garda Depan Penerima Vaksin Covid 19 (27 Januari 2020). Diakses dari https://www.instagram.com/p/CIfMVRbBxfk/
Jokowi. Himbauan tetap tenang saat pandemi covid 19 (28 Desember 2020). Diakses dari https://www.instagram.com/p/B9dKPfKBq3w/
Yunus, S. (2020, Mei 24). Budaya Literasi Masyarakat Indonesia Rendah, Inilah 6 Dampak Mengenaskan. Retrieved Januari 2021, from kumparan.com: https://kumparan.com/syarif-yunus/budaya-literasi-masyarakat-indonesia-rendah-inilah-6-dampak-mengenaskan-1tTiZc5cDeT/full
McNicol, S. (2017). The potential of educational comics as a health information medium. Health Information and Libraries Journal, 34(1), 2031.
___________________
*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI
___________________
Tentang Penulis
Arief Hartanto, merupakan peneliti di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan – LIPI. Mempunyai ketertarikan pada bidang media, dan komunikasi visual. Penulis dapat dihubungi melalui email: riefhartanto@gmail.com
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore
Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75”
Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape
Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial