Jakarta, Humas LIPI. Kekayaan rempah di Nusantara terhubung oleh jalur rempah, adalah suatu alur spasial perjalanan manusia dan silang budaya lintas pulau. Peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI, M. Alie Humaedi mengatakan bahwa, masyarakat Sulawesi (Bugis, Makassar, Buton dan Bajo), Jawa dan Madura, serta Melayu Sumatera menjadi pionir-pionir jelajah alam dengan berbagai motif yaitu perdagangan, agama, pengungsian, pelarian, dan sebagainya,” ucap Alie, dalam webinar Jatuh Cinta (lagi) dengan Bumi edisi 7 dengan tema “Kekayaan Rempah Nusantara, Food Medicine Bangsa?” pada Selasa (17/8) lalu.
Alie mengatakan jalur rempah dan perjalanan budaya manusia Nusantara dipengaruhi oleh Lima Geohistoris, yaitu (1). Semenanjung Malaya dan Sumatera; (2). Selat Sunda dan Pulau Jawa; (3). Pulau Kalimantan dan Laut Jawa; (4). Selat Makasar dan Madura, Indonesia Tengah-Timur; (5). Laut Maluku, Kepulauan Papua dan Filipina. “ Peta jalur rempah semakin ke Tengah dan Timur semakin kecil bahan utama dan pengguna rempahnya, jika dilihat dari ketersebaran kuliner tradisional (variasi jamu- jamuan) versus peta jalur rempah tidak merata, “sebut Alie. “Padahal wilayah Indonesia Tengah dan Timur adalah penghasil banyak jenis rempah seperti cengkeh, pala, lada, kayu manis, jahe, kunyit, temu lawak, dan sebagainya,” imbuhnya.
“Ternyata setelah melalui penelitian lebih jauh, hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa hal antara lain (1). Cara pandang (worldview), (2). Sentuhan silang budaya dalam pengetahuan dan ketrampilan; (3). Perilaku sosial (Social Behaviour) atas pemanfaatan sumber daya setempat,” jelas Alie.
Menurut Alie, yang dimaksud worldview disini adalah makanan sebagai pemenuh kebutuhan dasar (basic needs) tubuh dengan makan seadanya versus pemenuh kebutuhan eksistensi (exsistence needs) yaitu penuh variasi. “Selain itu juga makanan sebagai pemantik energi (sekedar biar kuat) versus makanan makanan sebagai obat (dengan makan biar badan sehat), karena sakit dan penyakit bermula dari perut, dan perut berhubungan dengan makanan,” jelas Alie lebih lanjut.
Adapun keterangan kedua, sentuhan silang budaya dalam pengetahuan dan keterampilan yang dimaksud bahwa secara historis Tiongkok sebagai bangsa yang kaya dengan olahan makanan tidak melakukan perjalanan intens ke wilayah Tengah dan Timur. Karena terkait dengan berbagai kebijakan emporium (kerajaan) dan imporium (kolonisasi) dan enklavisasi (Pengantongan). “Jadi lebih didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan dari masyarakat masing-masing lingkungan atau negara,”terangnya.
Keterangan ketiga, yang mempengaruhi peta jalur rempah oleh perilaku sosial (Social Behaviour) atas pemanfaatan sumber daya setempat. Dicontohkan Alie, apabila pengolahan bahan makanan lebih mengedepankan pada tehnik pemasakan langsung,dan kurang menempatkan prosesi memasak dengan model hybrid dan modifikasi lainnya, dikarenakan keterbatasan pengetahuan olahan dan dukungan sumber daya lainnya.
“Dari sini dapat dilihat bahwa varian makanan khas Indonesia bisa jadi berada pada angka 15.000 sampai dengan 20.000 jenis, dimana angka ini menjadi angka paling ideal dalam memperkirakan jumlah variasi kuliner tradisional Indonesia, yang juga dipengaruhi oleh kekayaan rempah Indonesia, tutup Alie (rdn/ Ed: mtr, suhe)
_________________________
*) Berita dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI
*) Ilustrasi: Shutterstock
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore
Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75”
Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape
Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial