[Masyarakat dan Budaya: Volume 11, Nomor 20, Oktober 2020]
Oleh Ranny Rastati (Peneliti PMB LIPI)
Pada 14 Oktober 2020, Netflix mengeluarkan film dokumenter berjudul BLACKPINK: Light Up the Sky. Setelah menyaksikan film berdurasi 79 menit itu, saya jadi teringat masa remaja, saat sebagian besar hari-hari diisi dengan musik K-Pop. Saya masih ingat ketika menikmati debut pertama Super Junior pada 2005. Juga menyaksikan proses kelahiran BIGBANG melalui acara dokumentasi BIGBANG the Beginning di MTV pada tahun 2006. Meskipun band ini sempat tersandung berbagai skandal yang menghebohkan publik, namun legasi BIGBANG melalui karya mereka masih membekas dalam ingatan. Saya juga masih ingat saat syuting cover lagu ‘Lonely’ 2NE1 bersama kawan-kawan dari UI Hangugo Dongari (Klub Pecinta Korea UI) pada 2011 silam.
Mungkin banyak orang yang bertanya-tanya, mengapa K-Pop sangat kuat dan memiliki dampak nyata khususnya di kalangan anak muda. Sebagai K-Popers tua, saya merasa bahwa lagu-lagu K-Pop dapat berbicara langsung ke hati pendengarnya. K-Pop menemani pergulatan emosi masa remaja yang penuh dinamika. Masa-masa ketika tidak tahu harus bebicara kepada siapa, masa-masa ketika mengkhawatirkan banyak hal; mulai dari percintaan, masa depan, hingga cita-cita. K-Pop datang menjadi sahabat tanpa memberikan prasangka.
Kala itu sebagai anak muda, saya tidak tahu arti dari lirik berbahasa Korea. Apalagi saat itu belum banyak fasilitas berupa subjudul maupun blog yang mau menerjemahkan semua lirik lagu. Belum banyak informasi yang dapat ditemukan di internet. Namun yang menarik, meskipun hanya mendengarkan melodi, rasa dan emosi tersampaikan. Pesan bahwa ‘semua akan baik-baik saja’, ‘kamu yang terbaik’, dan ‘kamu tidak sendiri’, K-Pop semakin merasuk ke sanubari ketika para K-Popers tahu seberapa besar upaya yang dikeluarkan para idol untuk meraih apa yang diimpikan. Hal ini mengingatkan saya pada sebuah ungkapan, “Tidak ada makan siang gratis, there is no free lunch.” Sebab semua pencapaian idol adalah hasil kerja keras dan menginspirasi para penggemar K-Pop.
K-Pop dan Pesan Positif
Banyak lirik lagu K-Pop yang bagi penggemarnya memiliki pesan yang dalam. Sebagai contoh, SNSD dengan lagunya berjudul ‘Into the New World’ (2007) yang salah satu liriknya berbunyi “Walking the many and unknowable paths, I follow a dim light, It’s something we’ll do together to the end, Into the new world.” Lagu ini bahkan dinyanyikan dan diputar sebagai lagu perjuangan aksi, salah satunya saat protes massa menuntut pengunduran diri Presiden Korea Selatan Park Geun Hye yang terlibat skandal suap pada 2017 (Kumparan 2017, Billboard 2018). Hal serupa terjadi juga dalam unjuk rasa mahasiswa di Padang yang menolak UU Cipta Kerja pada Oktober lalu. Sejumlah ARMY (penggemar BTS) yang turut dalam aksi memutar lagu ‘Not Today’ dari BTS untuk menjadi penyemangat (Suara, 8 Oktober 2020).
Lagu-lagu K-Pop juga banyak yang secara khusus mengangkat isu seperti masalah kesehatan mental. Lee Hi misalnya, dalam lagunya berjudul ‘Breath’ memberikan pesan bahwa tidak masalah jika merasa lelah dan melakukan kesalahan karena semua orang melakukan hal tersebut. Dalam lagu ini, Lee Hi seolah memberikan semangat untuk tetap bertahan dan bernapas. Lagu dengan makna positif juga terlihat dalam ‘Smile Again’ yang dibawakan oleh Winner. Dalam lagu ini, Winner memberikan semangat untuk tetap tersenyum dan tidak putus asa.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak idol yang menyampaikan pesan positif secara eksplisit kepada penggemarnya. Tidak melulu disisipkan dalam lirik dan melodi. Banyak idol bahkan berani berbicara tentang depresi, bullying, isu sosial dan kemanusiaan. Sebut saja RM, pemimpin grup BTS, yang memberikan pidato fenomenal di sidang umum PBB pada 2018 (UNICEF, 2018). Pesan RM sangat jelas mengenai semangat jangan menyerah, tidak apa jika melakukan kesalahan, pentingnya dukungan dari teman, dan tentu saja mencintai diri sendiri “true love first begins with loving myself”. Tidak heran jika BTS disebut sebagai boyband terbesar di dunia saat ini (Hollingsworth 2019).
K-Popers dan Gerakan Sosial
Awal Oktober lalu, publik dikejutkan dengan mendunianya tagar penolakan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh para K-Popers Indonesia. Sebab, K-Popers sebelumnya memiliki stigma negatif mulai dari memiliki fanatisme berlebih terhadap idol, konsumtif, obsesif, hingga tidak cinta tanah air (Tartila 2014, Pradisi 2015, Silfia 2020). Namun, seolah membantah stereotipe tersebut, K-Popers sesungguhnya tidak pernah lepas dari aktivisme sosial, baik offline maupun online.
Pada 2018 lalu misalnya, K-Popers terlibat dalam beberapa aksi penggalangan dana melalui KitaBisa seperti ‘Aksi Kpopers Indonesia Peduli Sulawesi Tengah’ dan ‘K-Pop Fandom Peduli Gempa Donggala & Palu Sulteng’. Tidak hanya itu, ARMY Indonesia (penggemar BTS) juga dikenal banyak melakukan kegiatan amal mulai dari donasi untuk perempuan korban kekerasan, donasi untuk satwa, hingga bencana alam. Salah satu donasi yang berhasil mencapai angka fantastis adalah penggalangan dana untuk melawan COVID-19 melalui ‘BTS Army Indonesia Lawan Corona’ yang hampir mencapai 400juta rupiah[1].
Upaya yang dilakukan para fans tidak lepas dari contoh yang diberikan oleh idol. BTS yang merupakan duta UNICEF aktif dalam kampanye Love Myself untuk melawan kekerasan pada anak-anak. BTS bahkan berhasil menggalang dana 1 juta USD untuk kampanye tersebut. Selain itu, BTS juga menyumbangkan 1 juta USD untuk kampanye Black Lives Matter dan donasi tambahan dengan nominal yang sama dari ARMY seluruh dunia (Kreps 2020, BBC 2020). BTS yang aktif dalam gerakan kemanusiaan kemudian menginspirasi para penggemarnya untuk turut melakukan hal yang sama.
Dengan melihat fenomena tersebut, tidak mengherankan jika pengamat media sosial, Ismail Fahmi[2] mencuit, ‘semakin terbukanya jati diri K-Popers yang dulu lekat dengan stigma anak kecil unyu-unyu yang tidak tahu apa-apa pada akhirnya akan berubah.’ Kemampuan mengedukasi diri sendiri dan memilah informasi dari sumber terpercaya membuat K-Popers dapat berperan besar dalam aktivitas gerakan isu. Dengan karakteristik K-Popers yang tinggi solidaritas, tidak dapat dipungkiri K-Popers dapat menjadi salah satu kekuatan online terbesar pada abad ini (Editor Ibnu Nadzir).
[1] https://kitabisa.com/campaign/btsarmylawancorona
[2] https://twitter.com/ismailfahmi/status/1315319751896305665/photo/1
Referensi
Ilustrasi BLACKPINK: https://www.theverge.com/2020/9/24/21453273/pubg-mobile-blackpink-how-you-like-that
BBC. “BTS Black Lives Matter: Fans match band’s $1m donation”. BBC (8 Juni 2020). https://www.bbc.com/news/world-asia-52960617 (8 Juni 2020)
Billboard. “9 K-Pop Songs That Recently Became Part of South Korean Politics”. Billboard (5 Februari 2018). https://www.billboard.com/articles/columns/k-town/8436957/k-pop-songs-politicized-south-korea (diakses 8 Oktober 2020)
Hollingsworth, Julia. How a Boy Band from South Korea becames the Biggest in the World. CNN (9 Juni 2020. https://edition.cnn.com/2019/06/01/asia/bts-kpop-us-intl/index.html (diakses 2 Oktober 2020)
Kreps, Daniel. “BTS Donate $1 Million to Black Lives Matter”. Rollingstone (7 Juni 2020). https://www.rollingstone.com/music/music-news/bts-black-lives-matter-donation-1011198/ (diakses 8 Oktober 2020)
Kumparan. “’Into the New World’ SNSD Menggema Saat Presiden Korsel Dimakzulkan”. Kumparan (10 Maret 2017). https://kumparan.com/kumparannews/into-the-new-world-snsd-menggema-saat-presiden-korsel-dimakzulkan/full (diakses 8 Oktober 2020)
Pradini, Winda. 2015. Pengaruh Budaya K-Pop Terhadap Nasionalisme Remaja: Studi Deskriptif Analitis di Everlasting Friends (ELF) Bandung. http://repository.upi.edu/17411/
Silfia, Imamatul. 2020. Stigma Media terhadap Fandom Perempuan dalam Pemberitaan Penggemar K-Pop di CNNIndonesia.com. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51969/1/IMAMATUL%20SILFIA-FDK.pdf
Suara. K-Popers Ikut Aksi Tolak UU Cipta Kerja, Putar Lagu BTS saat Demo. Suara (8 Oktober 2020). https://www.suara.com/news/2020/10/08/140149/k-popers-ikut-aksi-tolak-uu-cipta-kerja-putar-lagu-bts-saat-demo (diakses 8 Oktober 2020)
Tartila, Pintani Linta. 2014. Fanatisme Fans Kpop dalam Blog Netizenbuzz. http://repository.unair.ac.id/16579/
UNICEF. Press Release We Have Learned to Love Ourselves, So Now I Urge You to ‘Speak Yourself’. UNICEF (24 September 2018). https://www.unicef.org/press-releases/we-have-learned-love-ourselves-so-now-i-urge-you-speak-yourself (diakses 2 Oktober 2020)
Tentang Penulis
Ranny Rastati adalah peneliti Komunikasi di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI. Fokus kajiannya berupa budaya pop khususnya dari Korea dan Jepang. Ia dapat dihubungi melalui email ranny.rastati@gmail.com
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore
Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75”
Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape
Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial
[…] Pada 2018 lalu misalnya, K-Popers terlibat dalam beberapa aksi penggalangan dana melalui KitaBisa seperti ‘Aksi Kpopers Indonesia Peduli Sulawesi Tengah’ dan ‘K-Pop Fandom Peduli Gempa Donggala & Palu Sulteng’. Tidak hanya itu, ARMY Indonesia (penggemar BTS) juga dikenal banyak melakukan kegiatan amal mulai dari donasi untuk perempuan korban kekerasan, donasi untuk satwa, hingga bencana alam. Salah satu donasi yang berhasil mencapai angka fantastis adalah penggalangan dana untuk melawan COVID-19 melalui ‘BTS Army Indonesia Lawan Corona’ yang hampir mencapai 400juta rupiah[1]. […]