Endang Turmudi sosokDi usianya yang sudah mencapai setengah abad lebih, Dr. Endang Turmudi, MA. diberikan kepercayaan untuk menduduki jabatan Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan. Tepatnya, pada tahun 2012, pria kelahiran Karawang, Jawa Barat ini resmi diangkat sebagai  pejabat struktural eselon II. Baginya, ada perbedaan yang mendasar antara tugas menjadi peneliti dan  pejabat struktural. Setelah beberapa bulan mengemban amanah sebagai Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, kegiatan dan kesibukan sehari-harinya meningkat tajam, mulai dari urusan birokrasi sampai hal-hal substansial yang terkait penelitian. Praktis, tanggungjawab pun meningkat tajam. Namun, hal itu tidak menjadi beban baginya, justru ia memandangnya sebagai amanah yang harus dipikul.  

Sebagai orang nomor wahid di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, ia memikul dua tanggungjawab penting: rutin dan moral. Tanggungjawab rutin terkait dengan tugas mengurus lembaga dengan baik, sementara tanggungjawab moral beruhubungan dengan upaya untuk memajukan peneliti. Dalam hal ini, Kapus harus mendorong dan menyediakan fasilitas, supaya peneliti bisa maju.

Dalam upaya memajukan peneliti, ada beberapa langkah yang ditempuh oleh pria lulusan ANU ini. Pertama, mencarikan beasiswa bagi para peneliti yang ingin melanjutkan pendidikan. Kedua, menganjurkan para peneliti untuk aktif mengikuti training-training, baik di luar maupun di dalam negeri. Ketiga, membuka akses ke dunia pengetahuan yang bersifat global. Keempat, mengundang orang-orang yang berkompeten untuk berseminar di PMB.

Di sisi lain, sebagai Kapus, ia juga dituntut untuk dapat memperjuangkan kesejahteraan peneliti. Menurut mantan Sekretaris PBNU ini, kesejahteraan peneliti bisa dicapai melalui dua jalur: formal dan informal. Jalur formal sifatnya otomatis, yaitu sesuai dengan jenjang jabatan yang ada. Artinya, makin tinggi jabatan, makin sejahtera. Sedangkan jalur informal dapat ditempuh melalui kerja sama dengan pihak lain yang bisa mendatangkan kesejahteraan, minimal tambahan income untuk peneliti. Dengan adanya kerja sama tersebut, selain mendapat tambahan pendapatan, pengetahuan peneliti pun meningkat.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa PMB sebagai lembaga pemerintahan mempunyai keterbatasan dalam bekerja sama dengan pihak luar. Sehingga tidak semua lembaga donor mau bekerja sama dengan Puslit yang dipimpinnya. Baginya, kerja sama yang paling mudah dan memungkinkan adalah  bekerja sama dengan sesama lembaga pemerintah, karena bisa dilakukan cost sharing. Setidaknya ada dua alasan mendasar yang menyebabkan pihak luar, khussnya lembaga donor dari luar negeri,  enggan bekerja sama dengan lembaga pemerintah semisal PMB. Pertama, adanya keterbatasan ruang lingkup penelitian. Kedua, lembaga pemerintah dianggap mempunyai dana sendiri. Sehingga seringkali lembaga donor lebih memilih untuk mendanai kegiatan LSM atau ormas.

Meskipun menjalin kerja sama dengan pihak luar tidak semudah membalikkan telapak tangan, para peneliti patut berbahagia dengan adanya tunjangan kinerja dan kenaikan tunjangan fungsional peneliti yang akan diberikan pada tahun 2012. Ini artinya bahwa kesejahteraan peneliti akan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa remunerasi LIPI dan kenaikan tunjangan fungsional peneliti harus diiringi dengan peningkatan kinerja dan kerja keras dari peneliti. Pemerintah memberikan insentif agar kinerjanya meningkat. Bagi peneliti peningkatan kerja adalah peningkatan produk-produk penelitian. Seandainya ada peneliti yang tidak pernah menulis artikel di jurnal, maka dengan adanya tnjangan kinerja dan kenaikan tunjangan fungsional tersebut, ia harus bisa menulis di jurnal. Apalagi jika kenaikan tunjangan kinerjanya sudah mencapai 100 persen, maka peneliti tidak perlu tengak-tengok lagi atau “ngasong” di tempat lain. Ia berharap, peneliti dapat lebih produktif.

Oleh karena itu, visi kelembagaan harus dikedepankan. Sebagai Kapus, ia bertekad untuk menjadikan PMB sebagai center of excellence dalam bidang kemasyarakatan dan kebudayaan. Untuk dapat mencapai ke sana harus didukung oleh para peneliti yang kompeten. Untuk menjadi kompeten, mereka melanjutkan sekolah atau mengikuti training. Sekolah merupakan faktor yang paling penting untuk menunjang kompetensi peneliti. Karena itu, Kapus senantiasa mendorong agar para peneliti dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Dengan makin banyaknya para peneliti yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di strata yang paling tinggi,  PMB sebagai lembaga penelitian diharapkan menjadi semakin berwibawa. Sehingga PMB dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berarti bagi pemerintah dalam menghadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan dan kebudayaan, misalnya policy paper yang berbasiskan penelitian. Agar dapat memberikan masukan yang bersifat policional, PMB harus mampu mengembangkan riset-riset yang lebih mendalam dan tajam. Misalnya saja riset mengenai kerukunan umat beragama dan terorisme. Di tahun mendatang, ia berharap PMB dapat melakukan penelitian komprehensif tentang terorisme dan deradikalisasi. Sehingga PMB dapat memberikan nasukan kepada pemerintah tentang policy yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah radikalisme.