[Masyarakat & Budaya, Vol 22, No 19, Oktober 2021]

Oleh Syarfina Mahya Nadila (Peneliti PMB BRIN)

Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berjudul “Dampak Negatif Satu Tahun PJJ, Dorongan Pembelajaran Tatap Muka Menguat”, menjelaskan beberapa temuan tentang PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Salah satu temuan menunjukkan bahwa metode daring membuat anak-anak didik tidak bisa memahami mata pelajaran dengan baik. Selain itu, dukungan dari keluarga sangat diperlukan untuk mengingatkan anak-anak menjalankan kewajibannya sebagai pelajar, terutama karena masih kuatnya faktor kemalasan dan masalah teknis terkait penggunaan perangkat digital (Kemendikbud, 2021). Faktor-faktor ini secara garis besar menjadi kendala dalam proses belajar-mengajar dengan metode “daring”.

Penelitian yang dilakukan oleh Annisa, Nadila, Salsabila, Putri dan Nurmajesti (2020), tentang tingkat efektifitas pembelajaran PJJ selama masa pandemi COVID-19 bagi mahasiswa Universitas Indonesia, menggambarkan bahwa tingkat efektifitas PJJ berada di rentang 2.87 dari rentang tertinggi 5. Hal ini mengindikasikan PJJ kurang efektif diterapkan. Kendala yang dihadapi mencakup persoalan seperti koneksi internet yang kurang stabil, kurangnya komunikasi antara guru-mahasiswa, dan permasalahan psikologis yang disebabkan pandemi COVID-19.

Kendala PJJ juga terjadi pada jenjang pendidikan lebih rendah contohnya yang terjadi di Cimahi, sekitar 2.300 siswa SMP di kota Cimahi mengalami kendala selama PJJ. Alasan yang menyebabkan mereka tidak dapat mengikuti PJJ dengan baik berupa permasalahan akses digital dan kurangnya pendampingan dari orang terdekat saat anak belajar PJJ. Alhasil, banyak dari mereka yang tidak menghadiri kelas bahkan tidak mengumpulkan tugas. Hal ini membuat banyak anak yang belum menerima rapor karena masih banyak nilai yang kosong (Putra, 2021). Selain di kota Cimahi, kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi di Kota Bandung. Data dari Dinas Pendidikan Kota Bandung ada sebanyak 27 ribu siswa dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang mengalami kesulitan selama PJJ. Permasalahannya pun serupa yaitu kesulitan akses dan keterbatasan dalam kepemilikan gawai untuk belajar “daring” seperti laptop atau tablet (Rabbani, 2020).

Saya juga memiliki pengalaman terkait PJJ ini. Selama pandemi anak saya yang masih berusia pra-sekolah juga mengalami nasib yang sama harus merasakan sekolah secara “daring”. Meskipun telah tersedia sarana dan prasarana yang menunjang PJJ bukan berarti masalah selesai. Dia tetap tidak dapat duduk dengan tenang di depan laptop dan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya bermain mobil-mobilan di belakang rumah atau memilih bermain langsung bersama anggota keluarga. Untuk itu, selain permasalahan sarana dan prasarana ada permasalahan lain yang mendasar yang membuat para siswa kesulitan menyerap materi dengan PJJ.

Dalam cabang sosiologi mikro, terdapat konsep interaksionisme simbolik. Secara sederhana, interaksionisme simbolik menjelaskan bahwa manusia berinteraksi dengan saling mengirimkan simbol-simbol yang kemudian dimaknai dengan makna yang serupa. Menurut Mead (dalam Siregar, 2011) saat melakukan interaksi, orang yang terlibat akan saling mengirim sekaligus membaca simbol-simbol baik verbal maupun non-verbal. Simbol non-verbal yang dimaksud merujuk pada gerak tubuh, bahasa tubuh, status, dan lain-lain (Siregar, 2011). Kedua jenis simbol ini menjadi sama pentingnya, karena setiap simbol akan dimaknai oleh orang yang sedang berinteraksi. Namun, proses ini hanya dapat berjalan baik jika pemaknaan akan simbol yang saling dipertukarkan ini sama, sehingga orang yang berinteraksi akan saling memahami.

Dalam kasus pembelajaran jarak jauh, pertukaran simbol antara guru dan murid yang seharusnya berjalan lancar dalam pertemuan tatap muka, harus terdisrupsi oleh layar digital yang memiliki batas-batas tegas. Kondisi ini membuat setiap simbol yang disampaikan memiliki kemungkinan tidak termaknai dengan sama antara guru dan murid. Kemungkinan tidak termaknai dengan sama ini terjadi karena keterbatasan ruang digital yang membuat baik guru dan murid tidak leluasa mengirimkan simbol-simbol baik verbal maupun non-verbal. Gangguan-gangguan dalam penyampaian simbol lebih besar dibandingkan tatap muka. Pemaknaan akan simbol yang berbeda ini akan berujung pada kegagalan dalam pemahaman belajar anak.

Hal ini tidak hanya terjadi di negara berkembang seperti Indonesia yang selama lebih dari setahun ini mengalami PJJ, namun di negara lain di Asia Tenggara juga mengalami hal serupa. Banyak siswa yang berasal dari tingkat ekonomi kurang mampu mengalami kesulitan untuk mendapatkan sarana dan prasarana penunjang PJJ seperti komputer dan akses internet. Sebagai contoh di Malaysia, beberapa Mahasiswa merasa khawatir tidak dapat mengikuti PJJ dengan baik mengingat fasilitas dirumah tidak sama dibandingkan dengan fasilitas di kampus. Saat belajar di luar kampus mereka khawatir ketika harus mengakses piranti lunak yang berbayar sedangkan bila diakses didalam kampus piranti lunak tersebut termasuk kedalam fasilitas belajar-mengajar. Selain itu, guru-guru yang mengajar sekolah dasar dan sekolah menengah atas mengatakan bahwa sebagain dari murid-murid mereka tidak dapat mengakses internet sehingga tidak dapat mengikuti PJJ dengan baik (Jalli, 2020).

Tentunya pilihan PJJ kemarin adalah situasi yang sulit dielakkan dalam pandemi seperti sekarang ini. Bukan hanya dalam bidang pendidikan, upaya penanganaan pandemi memang membatasi manusia yang dasarnya makhluk sosial untuk berinteraksi dengan manusia lainnya. Padahal manusia adalah makluk yang mempelajari makna dari setiap pertukaran simbol-simbol yang terjadi dalam interaksi sosial. Semakin banyak simbol yang dipertukarkan dan dipahami dengan sama antar manusia kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dapat diredam. Untuk itu, sangat penting setiap manusia untuk melakukan interaksi sosial tanpa adanya kendala. Oleh karenanya, kita dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan kebutuhan akan penanganan pandemi namun juga menjaga karakteristik manusia sebagai mahluk sosial.

Jika kita kembali melihat sektor pendidikan, proses pembelajaran siswa akan sangat sulit jika hanya dilakukan dengan metode daring. Kesulitan disini bukan datang dari rasa malas atau kurangnya dukungan orang sekitar, tetapi lebih kepada kegagalan pemaknaan simbol yang sama antara guru-murid yang terjadi karena keterbatasan medium digital. Untuk itu, perlu dipikirkan mekanisme pembelajar lain dengan tetap menjadi protokol kesehatan, misalnya dengan membentuk kelompok belajar dengan jumlah kecil hanya di lingkungan rumah terdekat saja. Sebagai refleksi ke depan, mungkin langkah yang diambil oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan bisa dijadikan contoh bagi pemangku kepentingan lain terkait persoalan PJJ. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di kota tersebut memilih solusi strategis dengan mengirimkan para guru ke rumah-rumah siswa yang tidak memiliki gawai. Hal ini bukan hanya mendukung PJJ secara simultan namun juga memberikan dampak positif bagi siswa yang mengalami kendala PJJ, sembari tetap taat pada protokol kesehatan (Rabbani, 2020) (Editor Hidayatullah Rabbani).

Referensi

Ilustrasi: Shutterstock

Kemdikbud. Dampak Negatif Satu Tahun PJJ, Dorongan Pembelajaran Tatap Muka Menguat. (20 April 2021). https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/04/dampak-negatif-satu-tahun-pjj-dorongan-pembelajaran-tatap-muka-menguat

Siregar, Nina Siti Salmaniah. 2011. Kajian Tentang Interaksionisme Simbolik. Jurnal Ilmu Sosial-Fakultas ISIPOL UMA. DOI: https://doi.org/10.31289/perspektif.v1i2.86

Annisa, Nadila, Salsabila, Putri dan Nurmajesti. 2020. E-Learning as an Adaptation Strategy in Facing COVID-19 Pandemic: A Case study on the 2018 and 2019-generation students of Post Graduate Sociology Department, University of Indonesia. DOI: https://doi.org/10.2991/assehr.k.201219.007

Putra, Wisma. 2021. Ribuan Siswa SMP Cimahi Alami Masalah Selama PJJ. detikNews. https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-5325753/ribuan-siswa-smp-di-cimahi-alami-masalah-selama-pjj

Rabbani dan Ridwan. 2020. Banyak Kendala, Belajar Daring Diakali. https://www.republika.id/posts/8553/banyak-kendala-belajar-daring-diakali

Jalli, Nuurrianti. 2020. Lack of internet access in Southeast Asia poses Challenges for students to study online amid COVID-19 pandemic. https://theconversation.com/lack-of-internet-access-in-southeast-asia-poses-challenges-for-students-to-study-online-amid-covid-19-pandemic-133787

______________________________________

*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN

_______________________________________

Tentang Penulis

Syarfina Mahya Nadila adalah peneliti Sosiologi di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN. Kajian yang dilakukan berfokus pada bidang sosiologi umum dan perkotaan. Ia dapat dikontak melalui email mahya.nadila01@gmail.com