Jakarta, Humas LIPI. Jurnal Masyarakat dan Budaya Edisi Khusus tentang Covid-19 merupakan edisi penting yang terkait kemasyarakatan dan kontribusi peneliti dalam kaitannya dengan pandemi, serta posisi ilmuwan dalam melihat tentang pandemi yang terjadi di seluruh dunia. “Tahun 2022 merupakan 25 Tahun Jurnal Masyarakat dan Budaya, dimana akan menampilkan wajah baru. Saat ini sudah dirancang dalam tampilan yang lebih milenial  agar tidak terlihat monoton sedangkan isi konten masih sama. Ini merupakan bagian dari upaya untuk berdampingan dengan gerak kelompok-kelompok milenial dan mengisi konten-konten yang lebih akademik, ujar Ahmad Najib Burhani Pelaksana Tugas Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI dalam acara webinar, Peluncuran Jurnal Masyarakat dan Budaya:  “Kesinambungan dan Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia Masa Pandemi”, pada Senin (31/05).

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Sri Sunarti Purwaningsih menyampaikan  bahwa “Ketertarikan penulis pada isu ini karena seperti diketahui bersama  yang terkonfirmasi terinfeksi Covid-19 terus meningkat sejak diumumkan oleh Presiden pada bulan Maret 2020, meskipun pemerintah sudah bekerja keras untuk mengatasinya pada September 2020 jumlah orang terinfeksi Covid-19 hingga mencapai 287.008. Dan beberapa bulan kemudian sudah melonjak menjadi 758.000 kasus, korban meninggal mencapai 22.555 jiwa serta saat ini sudah mencapai  lebih dari 1 juta orang,”  ujar Sri Sunarti.

Peningkatan jumlah kasus Covid-19 seiring aktivitas sosial dan ekonomi dalam skema kebiasaan baru (New Normal), baik pada saat dan pasca diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kasus itu nampaknya masih belum landai bahkan masih meningkat. “Pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 sudah mengacu standar internasional (standar WHO dan kerangka aksi Hyogo 2007). Masih terdapat beberapa titik kelemahan yang dilakukan Pemerintah seperti; cenderung bersifat sektoral, dan belum dimanfaatkannya modal sosial dalam skema penanganan Covid-19 tersebut. Justru keberhasilan penanganan Covid-19 pada Kerjasama yang baik dan bersinergi dengan beberapa pihak khususnya pemerintah dan masyarakat,” tegas Sri Sunarti.

Lebih lanjut Sri Sunarti mengatakan “Dalam hal ini pemerintah dengan kebijakan dan programnya dapat ‘memaksa’ seluruh warga untuk patuh mengikuti protokol kesehatan dan prosedur keselamatan, disisi lain masyarakat dapat mengelola modal sosial untuk kepentingan penanganan Covid-19,” ungkapnya.  Masyarakat perlu dlibatkan dari awal termasuk di dalam perumusan sampai pada implementasi, namun pertanyaannya adalah bagaimana penguatan nilai dan praktik kegotongroyongan serta peran kepemimpinan lokal dapat berkontribusi terhadap kebijakan dan program penanganan pandemi, imbuhnya.

Dalam penanganan ini, konsep yang dipakai adalah Kerangka Penghidupan Berkelanjutan mengacu pada ADB-Knowledge Solutions dimana ada 5 pilar didalamnya  antara lain;  (a) modal alam, (b) modal sosial, (c) modal manusia, (d) modal finansial, dan (e) modal fisik. Kelima modal saling berkesinambungan, didasari oleh pemahaman atas konteks kerentanan, didukung kebijakan dan institusi yang kuat, dengan harapan menghasilkan strategi penghidupan lebih baik. “Kelima modal tersebut tentunya tidak bisa dilepaskan satu persatu, dan mekanisme penjagaan keseimbangannya adalah ketahanan yang dimiliki masyarakat dalam menghadapi kerentanan. Ketahanan bermakna sebagai daya tahan, daya lenting atau kapasitas yang bersifat individual dan kolektif pada masyarakat, baik berupa sistem sosial maupun struktur sosial dalam menghadapi risiko bencana, serta bermuara pada menjalin keterhubungan dan kolektivitas masyarakat,” demikian Sri Sunarti mengakhiri paparannya. (agnes/suhe, ed:rdn).

_________________________

*) Berita dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI

*) Ilustrasi: Shutterstock