[Masyarakat & Budaya, Volume 24, Nomor 23, Desember 2021]
Oleh Hilda Balqis Hasba (Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia)
Youth atau kaum muda muda, memiliki arti yang beragam karena menjadi “anak muda” adalah sesuatu yang dibangun secara sosial (Nilan & Mansfield, 2013). Ketika membicarakan kaum muda di Indonesia, identitas sebagai anak Jakarta menjadi hal yang sering dibicarakan karena dinilai sebagai pencipta tren baru bagi kaum muda (Sarwono, 2013). Pembahasan mengenai identitas anak Jakarta, identik dengan identitas kaum muda sebagai produsen maupun konsumen kebudayaan. Penyebabnya adalah kaum muda yang berperan sebagai konsumen maupun konsumen kebudayaan, umumnya adalah mereka yang tinggal di wilayah metropolitan dan cenderung datang dari keluarga kaya (Naafs & White, 2012). Hal ini menjadikan anak Jakarta dianggap sebagai kaum borjuis yang lekat hubungannya dengan budaya konsumerisme dan memunculkan kekhawatiran dari generasi tua. Namun sebenarnya, bagaimana anak Jakarta membangun identitas dirinya? Dan bagaimana tanggapan kaum muda ketika melihat identitas yang dibentuk secara subjektif tersebut?
Media sosial adalah salah satu tempat yang biasanya digunakan oleh kaum muda untuk mengekspresikan dirinya dengan bebas dan menunjukkan beragam identitas yang dimiliki. Keberagaman identitas tersebut ditimbulkan oleh karakteristik kaum muda yang memiliki sikap spontan, suka berpetualang, membuat perubahan, dan memberontak (Sarwono, 2013). Dalam waktu beberapa tahun terakhir, muncul beberapa kanal YouTube yang diciptakan oleh kaum muda Jakarta untuk menunjukkan identitasnya sebagai kaum muda. Walaupun kanalnya berbeda-beda, namun mereka memiliki cara yang sama dalam menampilkan diri. Salah satunya adalah kanal Jakarta Uncensored (JU) yang menyatakan dirinya sebagai kanal yang menampilkan personalitas asli anak Jakarta. Video JU biasanya berisikan anggota tetap JU dan tamu yang diundang untuk membahas topik yang sudah disiapkan. Kepopuleran JU semakin meningkat dan hingga tahun 2021, JU telah mendapatkan 159.000 suscriber di YouTube-nya.
Bahasa Campuran Khas Anak Muda
Mayoritas kaum muda yang ditampilkan oleh JU, umumnya menggunakan campuran bahasa Indonesia dan Inggris untuk berkomunikasi antara satu sama lain. Penyebabnya adalah beberapa dari mereka ada yang pernah tinggal di luar negeri, mengenyam pendidikan di sekolah bertaraf internasional, latar hingga belakang orangtua yang merupakan warga negara asing. Dalam konteks tersebut, pencampuran bahasa tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang tidak memiliki makna. Berdasarkan perspektif sosiolinguistik, penggunaan bahasa merupakan fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari faktor identitas, kekuasaan, kelas, dan faktor sosial lainnya (Wardhaugh, 2006 dikutip dalam Rusyidah, 2020). Penggunaan bahasa Inggris oleh kaum muda yang menyebut dirinya sebagai anak Jakarta, dapat dilihat sebagai lambang yang menggambarkan status sosial dan pendidikan mereka. Selain itu, penggunaan bahasa Inggris juga membentuk identitas anak Jakarta dan turut membentuk hierarki siapa yang dapat disebut dengan “anak Jakarta” dan siapa yang bukan.
Gaya Pakaian dan Ekslusi Sosial
Gaya pakaian juga turut membangun identitas anak Jakarta. Hal ini termasuk dalam konsumsi produk kebudayaan populer yang umumnya seringkali dilakukan oleh anak muda. Walaupun setiap individu memiliki gayanya masing-masing, namun terdapat kesepakatan di antara mereka untuk menggambarkan gaya pakaian anak Jakarta pada umumnya. Pertama adalah pakaian dengan label mode mewah yang menjadi ciri khas dari anak Jakarta Utara. Kedua adalah gaya busana ala anak Jaksel (Jakarta Selatan) yang terlihat sederhana namun tetap keren.
Terdapat sisi lain yang terdapat dalam konstruksi identitas kaum muda Jakarta yang ditampilkan oleh JU. Menurut pengamatan, anak muda yang tampil di dalamnya, datang dari kalangan atas di Jakarta. Akibatnya adalah ketika mereka mengontruksikan identitas tentang kaum muda Jakarta, mereka secara sadar ataupun tidak sadar telah melakukan ekslusi sosial terhadap kaum muda Jakarta lainnya yang tidak mereka tampilkan dalam video tersebut. Wacana yang ditampilkan adalah kaum muda Jakarta adalah mereka yang dapat menyelesaikan sekolahnya dengan biaya yang mahal, pergi ke universitas di luar negeri ataupun lokal, tinggal di luar negeri, menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, sukses membangun usahanya, dan hal lainnya yang menampilkan status sosial mereka di masyarakat.
Kaum Muda dan Ketabuan dalam Masyarakat
Sesuai dengan namanya yang mengandung kata “uncensored” yang berarti tanpa sensor, JU beberapa kali membahas fenomena sosial yang tabu untuk dibicarakan di ruang publik salah satunya adalah kehidupan seksual. Bagi kalangan generasi tua, hal ini mungkin saja dapat menimbulkan kepanikan moral. Namun, gaya penyampaian yang santai dan tidak menghakimi, membuat JU diterima oleh mayoritas penontonnya.
Keberanian anggota JU dan tamu-tamu yang diundang dalam menyampaikan pendapatnya, menjadi nilai plus bagi mereka untuk menarik khalayak. Di beberapa episode, sebagian individu tidak ragu untuk mengungkap orientasi seksualnya. Bagi mereka, seksualitas merupakan urusan pribadi, sehingga orang lain tidak berhak untuk mencampuri urusan tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak ragu untuk tidak mengikuti standar sosial yang diterapkan oleh masyarakat pada umumnya dan menunjukkannya di ruang publik.
Kepekaan terhadap Isu Sosial
Berdasarkan pengamat terhadap video-video yang diunggah, identitas anak Jakarta juga dapat dibentuk dari kepedulian mereka terhadap isu sosial yang banyak dialami oleh kebanyakan kaum muda seperti gangguan mentaldan diskriminasi yang disebabkan oleh standar kecantikan arus utama dalam masyarakat. Identitas ini mereka bentuk berdasarkan pengalaman mereka sebagai kaum muda yang memiliki dinamika sosialnya sendiri. Pembahasan mengenai gangguan mental menjadi sesuatu yang sangat penting bagi mereka, karena saat ini, kaum muda memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga kesehatan mental.
Identitas merupakan sesuatu yang selalu berubah dan terbentuk berdasarkan konteks di mana hal tersebut dikonstruksikan. Berdasarkan konteks yang terjadi dalam akun YouTube JU, konstruksi identitas kaum muda Jakarta terbentuk dari ekspresi mereka di media sosial. Ekspresi tersebut dapat terlihat dari pengguaan bahasa, gaya hidup, gaya berpakaian, dan bagaimana mereka mengangkat wacana-wacana yang selama ini jarang ditampilkan dalam ruang publik. Namun, selain mengkonstruksikan identitasnya, kaum muda juga berusaha untuk mengukuhkan kedudukan mereka dalam masyarakat dengan menunjukkan kemampuannya (Editor Ranny Rastati).
Reference
Ilustrasi: Shutterstock
Naafs, S., & White, B. (2012). Intermediate Generations: Reflections on Indonesian Youth Studies. Asia Pacific Journal of Anthropology. https://doi.org/10.1080/14442213.2012.645796
Nilan, P., & Mansfield, M. (2013). Youth culture and Islam in Indonesia. Wacana Journal of the Humanities of Indonesia.https://doi.org/10.17510/wjhi.v15i1.102
Rusydah, D. (2020). Bahasa Anak JakSel: A Sociolinguistics Phenomena. LITERA KULTURA : Journal of Literary and Cultural Studies, 8(1). https://doi.org/10.26740/lk.v8i1.33880
Sarwono, S. (2013). Anak Jakarta A sketch of Indonesian youth identity. Wacana Journal of the Humanities of Indonesia. https://doi.org/10.17510/wjhi.v15i1.104
______________________________________
*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN
_______________________________________
Tentang Penulis
Hilda Balqis Hasba adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia. Fokus kajian yang dilakukan adalah tentang perempuan berhijab, budaya pop Indonesia dan Korea, serta anak muda. Ia dapat dihubungi melalui balqishilda.hb@gmail.com.