Jakarta, Humas LIPI. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan digital pun kian meroket.  Dunia digital telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat serta memiliki pengaruh dalam pembentukan pola hidup, pola pikir, dan pola perilaku masyarakat. Hadir di #TempoMediaWeek dalam Panggung Indonesia 2045: Meet Young Scientist pada Sabtu (7/12), di Jakarta. Peneliti Antropologi Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Ibnu Nadzir, menjelaskan kajiannya tentang seberapa jauh digital melebur dalam kehidupan bermasyarakat.

Dunia digital seperti sosial media telah menjadi platform yang paling efektif untuk menyebarluaskan informasi. Sayangnya, tidak semua informasi yang tersebar bersifat informatif dan positif atau dengan kata lain informasi yang tersebar seringkali tidak dapat dibuktikan kebenarannya atau hoaks. Ibnu menjelaskan bahwa dalam sebaran informasi, baik positif maupun hoaks, tingkat pendidikan dan akses pada internet mempunyai andil dalam tingkat keterpaparan pada informasi tersebut.

“Semakin tinggi pendidikan dan akses internet yang dimiliki, seseorang akan semakin terpapar banyak informasi. Namun, tingkat keterpaparan ini tidak sebanding dengan tingkat kepercayaan,” terang Ibnu. Tingkat pendidikan dan akses internet tidak menjamin kemampuan seseorang dalam memilah dan menyaring kualitas informasi.

Ibnu menambahkan bahwa fenomena penggunaan dunia digital untuk menyebarkan hoaks dan misinformasi harus mendapatkan penanganan yang strategis.  Langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain perlu dilakukan kajian lanjutan untuk memperkuat pemahaman mengenai cara kerja hoaks dan misinformasi, pembentukan platform pelaporan hoaks, edukasi publik. “Literasi digital dan pendidikan kritis perlu dimasukkan dalam kurikulum sebagai salah upaya pencegahan. Diperlukan kolaborasi semua pihak untuk meredam pengaruh hoaks dan misinformasi di Indonesia.” tutup Ibnu.(Liputan oleh: iz (BKHH LIPI); Editor PMB: Hidayatullah Rabbani)