[Masyarakat & Budaya, Volume 20, Nomor 15, Agustus 2021]
Oleh Sonyaruri Satiti (Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada)
Jawa Tengah yang menjadi daerah tujuan mudik selama libur Hari Raya Idul Fitri 2021 berimbas kepada melonjaknya kasus COVID-19 selama beberapa pekan terakhir. Data Satgas COVID-19 menunjukkan Jawa Tengah merupakan salah satu povinsi penyumbang kasus positif COVID-19 terbanyak setelah provinsi DKI Jakarta. Terdapat sebanyak 2.595 sumbangan kasus positif COVID-19 dari Jawa Tengah pada Rabu 23 Juni 2021. Berdasarkan situs Tanggap Covid-19 Provinsi Jawa Tengah (https://corona.jatengprov.go.id), total kasus COVID-19 di Provinsi Jawa Tengah pada Rabu 12 Juni 2021 mencapai 237.479 kasus. Penambahan kasus ini juga diikuti melonjaknya kasus dalam perawatan (isolasi /kasus aktif). Penambahan kasus ini membuat sebaran zona merah di Indonesia semakin meluas. Berdasarkan data yang dipublikasikan Satgas Penanganan COVID-19 pada 30 Juni 2021, zona merah per 27 Juni 2021 tersebar di 14 provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah tercatat menjadi salah satu provinsi yang memiliki wilayah terbanyak zona merah dan menempati urutan ketiga secara nasional sebagai provinsi penyumbang kasus positif terbanyak.
Tidak hanya masalah kesehatan, pandemi COVID-19 juga berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan di Jawa Tengah sepanjang tahun 2020. Peningkatan jumlah penduduk miskin terjadi karena pandemi COVID-19 menyebabkan banyak kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa sehingga pendapatan masyarakat mengalami penurunan. Bahkan, sebagian masyarakat kehilangan mata pencaharian. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah mencatat pada bulan September 2020, jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah mencapai 4,12 juta orang (11,84 persen), bertambah sebanyak 139,03 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2020 yang berjumlah 3,98 juta orang (11,41 persen). Selain itu, data BPS Provinsi Jawa Tengah Februari 2021 menunjukkan bahwa sedikitnya 2,49 juta orang (9,18 persen penduduk usia kerja) terdampak COVID-19. Mereka terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (251,20 ribu orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) karena COVID-19 (94,94 ribu orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (141,37 ribu orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (2,00 juta orang) (BPS, 2020).
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah juga mencatat Oktober 2020 terdapat sebanyak 50.563 buruh di Jawa Tengah telah dirumahkan dan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi COVID-19. Ribuan buruh di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah, terpaksa kehilangan pekerjaan akibat pandemi COVID-19. Ada yang dirumahkan dengan gaji yang dipotong sekian persen, atau bahkan tidak menerima gaji sama sekali. Banyak pula yang terkena PHK dengan pesangon yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja. Banyak masyarakat yang sampai saat ini masih menganggur, karena sulitnya mencari pekerjaan, namun tidak sedikit pula yang berhasil bangkit dengan berinovasi.
Untuk mengatasi beragam persoalan di masyarakat sebagai dampak pandemi COVID-19, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menggagas Program Jogo Tonggo. Istilah Jogo Tonggo diambil dari Bahasa Jawa. ’Jogo’ artinya menjaga, sedangkan ‘Tonggo’ artinya tetangga. Sehingga artinya, menjaga tetangga. ‘Jogo Tonggo’ merupakan gerakan kearifan lokal khas Jawa Tengah untuk menjaga antar tetangga, saling bahu membahu dan bergotong royong dalam menghadapi pandemi COVID-19 yang dulu banyak dipraktikkan oleh masyarakat pedesaan. Program Jogo Tonggo sebagai alternatif program untuk membantu pemenuhan kebutuhan seluruh masyarakat selama pandemi COVID-19 berlangsung karena adanya kemungkinan bantuan dari negara tidak akan mencukupi dan tidak bisa hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah.
Kekuatan budaya (cultural power) dapat dijadikan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan beberapa permasalahan yang terjadi pada masyarakat, bahkan untuk mengatasi wabah penyakit, seperti COVID-19. Nilai-nilai Jogo Tonggo memiliki local knowledge (pengetahuan lokal), local genius (kecerdasan lokal) sekaligus local wisdom (kearifan lokal). Pendekatan ini menjadi solusi yang efektif dalam mengatasi masalah yang ada di masyarakat yang tidak hanya berorientasi selama pandemi COVID-19 berlangsung, tetapi juga berorientasi masa depan. Geertz (1986) menyoroti mengenai kearifan lokal dalam bukunya The Javanese Family (Keluarga Jawa) dan menyatakan bahwa masyarakat Jawa dipengaruhi oleh dua nilai besar yang menjadi ruh dalam kehidupan kesehariannya, yaitu ‘urmat’ atau hormat dan rukun. Kedua nilai ini membentuk kepribadian yang harmoni bagi masyarakat Jawa, keselarasan sosial dan menghindari konflik.
Pelaksanaan Program Jogo Tonggo mencakup dua hal, yaitu jaring pengaman sosial dan keamanan, serta jaring ekonomi. Program ini menyeimbangkan aspek kesehatan (menjaga kesehatan warganya), aspek ekonomi (memastikan kebutuhan dasar warga terpenuhi), aspek sosial, keamanan dan hiburan. Selain itu, ada juga lumbung pangan dengan pemanfaatan lahan agar kebutuhan makan tercukupi. Program Jogo Tonggo secara resmi diluncurkan oleh Gubernur Jawa Tengah pada 25 April 2020. Jogo Tonggo hadir dengan filosofi pemanfaatan lembaga di lapisan terbawah, yaitu Rukun Warga (RW) di masyarakat. Tugas anggota Satgas Jogo Tonggo adalah memastikan bantuan dan dukungan dari luar wilayah yang masuk ke daerah tepat sasaran dan tepat guna. Anggota pelaksana program tersebut dari berbagai organisasi dan sektor berbeda, yaitu Karang Taruna, Dasa Wisma, Posyandu, Bidan Desa, Linmas, Pendamping Desa, Gapoktan, warga di tingkat RW dan organisasi lain. Anggota Satgas Jogo Tonggo juga bertugas memberikan penyuluhan edukasi kepada warga masyarakat tentang cara hidup sehat dan upaya memutus mata rantai penularan COVID-19 (humas.jatengprov.go.id).
Program Lumbung Siaga Jogo Tonggo sebagai pendukung Program Jogo Tonggo dicetuskan oleh masyarakat Kampung Ngembik Kidul RW 02 dan Perum Korpri RW 10, Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang. Masyarakat setempat membentuk Lumbung Siaga Jogo Tonggo untuk membantu meringankan permasalahan ekonomi masyarakat selama masa pandemi COVID-19 berlangsung. Program ini mempunyai motto “sethithik dadi becik”, artinya kita menghimpun dari semua warga, kemudian saat itu juga dibagikan untuk warga terdampak pandemi COVID-19. Satgas Jogo Tonggo telah terbentuk di 11 RW dan 61 RT di Kelurahan Kramat Selatan.
Sementara itu, Lumbung Siaga Jogo Tonggo saat ini baru dilaksanakan oleh dua RW di Kelurahan Kramat Selatan, yaitu di RW 2 (Ngembik Kidul) dan RW 10 (Perum Korpri). Lumbung Siaga Jogo Tonggo dilaksanakan dengan semangat gotong-royong membantu masyarakat, khususnya yang terdampak pandemi COVID-19. Konsep Lumbung Siaga Jogo Tonggo hampir sama dengan lumbung zaman dulu, hanya bedanya bahan makanan pokok yang sudah terkumpul langsung dibagikan. Lumbung pangan ini digunakan untuk menampung bantuan dari luar perumahan atau bantuan jimpitan masyarakat. Isi lumbung diperoleh dengan sistem jimpitan setiap rumah di RW 02 berupa beras setengah gelas normal, bawang merah, dan bawang putih masing-masing 1 siung, dan dilaksanakan setiap hari Minggu.
Keberhasilan Lumbung Siaga Jogo Tonggo terlihat dari tumbuhnya solidaritas sosial untuk saling memperhatikan kebutuhan tetangga yang tengah mengalami kesulitan ekonomi di masa pandemi COVID-19. Masyarakat Kampung Ngembik Kidul RW 02 dan Perum Korpri RW 10, Kelurahan Kramat Selatan, Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang merasa senasib sepenanggungan menghadapi wabah pandemi COVID-19 ini. Masyarakat setempat tidak terlalu khawatir kekurangan pangan dan pada akhirnya diharapkan program ini menjadi strategi ketahanan ekonomi rumah tangga. Lumbung Siaga Jogo Tonggo menjadi solusi ampuh untuk menata kembali akar kebudayaan masyarakat Jawa kembali pada local wisdom yang mulai ditinggalkan oleh generasi muda. Kearifan lokal masyarakat menjadi strategi yang tepat untuk menangani dampak pandemi COVID-19. Kerja sama perangkat RT/RW dan Pemerintah Kota Magelang merupakan hal yang efisien dilakukan untuk bersama-sama memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19 dan untuk membantu meringankan dampak pandemi COVID-19 (Editor Hidayatullah Rabbani).
Referensi
Badan Pusat Statistik. (2020). Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah September 2020. Semarang : BPS Provinsi Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik. (2021). Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Februari 2021. Semarang : BPS Provinsi Jawa Tengah.
Geertz, Hildreed. (1983). Keluarga Jawa, Jakarta: Grafiti Press.
Jateng Tanggap COVID-19, https://corona.jatengprov.go.id (10 Juli 2021 pukul 12:38)
https://www.beritasatu.com/nasional/695479/kearifan-lokal-khas-jawa-tengah-untuk-bangkit-dari-pandemi (10 Juli 2021 pukul 12:38)
Buku Pedoman Percepatan Penanganan COVID-19 Berbasis Masyarakat https://humas.jatengprov.go.id/dokumen_ppid/1587973142137-1587848031180-Jogo%20Tonggo%20NEW%202020.pdf (10 Juli 2021 pukul 12:38)
______________________________________
*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI
_______________________________________
Tentang Penulis
Sonyaruri Satiti, S.Si., M.Sc adalah Peneliti Junior di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-1) dari Jurusan Geografi Manusia, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada dan Magister (S-2) dari Program Studi Kependudukan, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Pengalaman penelitian Ruri di berbagai pelosok Nusantara dengan minat khusus kependudukan, demografi, kemiskinan, fertilitas dan keluarga berencana. Email: sonyaruri_satiti@ugm.ac.id
Diunggah oleh
