TEMPO Interaktif, Jakarta – Tiga peneliti bidang ekologi evolusi, etnobotani, dan antropologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dikukuhkan sebagai profesor riset di Widya Graha LIPI Jakarta kemarin. Mereka adalah Dr Tukirin Partomihardjo, pakar ekologi evolusi; Dr Ir Yohanes Purwanto di bidang etnobotani; dan Dr Johanis Haba untuk bidang antropologi.
Dalam orasi ilmiah berjudul “Laboratorium Alam Kepulauan Krakatau: Dari Model Suksesi ke Restorasi Ekosistem Hutan Tropik”, Tukirin menyatakanpentingnya memahami rumitnya suksesi pembentukan ekosistem hutan tropis. “Kita harus hati-hati dan bijak dalam mengelola sisa kawasan hutan alam dan lingkungan pulau kecil beserta keanekaragaman hayatinya,” ujar peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI itu. “Mengingat akhir-akhir ini Indonesia dikenal sebagai negara tropis terdepan dalam hal perusakan ekosistem hutan alam dan pemusnahan keanekaragaman hayati.”
Yohanes memaparkan orasi ilmiah dengan judul “Nilai-Nilai Etnobotani untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Peneliti di Pusat Penelitian Biologi LIPI itu mengatakan krisis multidimensi yang dialami Indonesia berdampak pada eksploitasi sumber daya hayati secara berlebihan, konversi lahan besar-besaran, penjarahan, serta pembalakan liar yang menyebabkan terjadinya degradasi sumber daya hayati. “Kita harus menyadari bahwa faktor utama keberhasilan pelestarian sumber daya hayati terletak pada masyarakat sendiri, terutama mereka yang mengandalkan sumber daya hayati sebagai sumber penghidupan,” katanya.
Adapun pakar antropologi LIPI, Johanis Haba, menyampaikan orasi ilmiah dengan topik “Etnisitas, Identitas, dan Nasionalisme di Wilayah Perbatasan Indonesia”. Dia menjelaskan isu-isu penting wilayah perbatasan di Kalimantan Timur (Nunukan) dan Tawau (Malaysia Timur), Kalimantan Barat (Entikong, Jagoi Babang dan Sarawak), Malaysia Timur, Kabupaten Belu, dan Negara Demokrasi Timur Leste. “Isu etnisitas di Indonesia sangat signifikan, terutama di wilayah perbatasan negara, yang masih dianggap sebagai kawasan pinggiran, kendatipun potensi sumber daya alam dan sumber daya kultural melimpah di wilayah tersebut,” kata Johanis.
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas 650 kelompok etnis yang memiliki keunikan bahasa, religi, adat istiadat, wilayah, dan kebudayaan. Dipayungi semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, kata Johanis, isu-isu politik, etnis, dan kultural memperoleh tempat berteduh yang aman serta segala keberagaman etnis dan kekayaan di dalamnya terlindungi. “Tetapi justru di situlah kekeliruan berpikir yang hanya menilai NKRI dari satu sudut pandang (politis), tanpa secara komprehensif mengaitkannya dengan isu-isu etnisitas dan identitas karena sedari awal sejarah NKRI, Bhinneka Tunggal Ika diupayakan sebagai sebuah strategi politis untuk menyatukan heterogenitas kelompok etnis di Indonesia,” ujarnya.
Judul : LIPI Mengukuhkan Tiga Profesor Riset
Sumber : Tempointeraktif.com
Tautan Gambar: http://www.api-indonesia.info/index.php?option=com_content&view=article&id=47&Itemid=29
Jenis : Berita
Tanggal : 29 Desember 2010
Penulis : TJANDRA
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore
Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75”
Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape
Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial