Home Artikel Inovasi Kemaritiman dalam Perspektif Sosial Humaniora

Inovasi Kemaritiman dalam Perspektif Sosial Humaniora

0

Jakarta, Humas BRIN. Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB LIPI) kembali menyelenggarakan webinar Forum Diskusi Budaya Seri 21 dengan tema “Tata Kelola dan Kebijakan Maritim di Indonesia” pada Senin (6/9). Ahmad Najib Burhani selaku plt Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI dan plt. Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyampaikan, riset kemaritiman diharapkan dapat menjawab beberapa tantangan seperti inovasi yang kaitannya dengan perspektif hubungan ilmu sosial humaniora dengan maritim. “Peran apa saja yang dapat dikontribusikan kepada masyarakat dari bidang maritim ini, dan bagaimana bidang mariitm dari Indonesia mampu memberikan sebuah kekuatan kompetitif bagi dunia akademik dan global,” tuturnya saat membuka webinar.

Menurut Najib, peneliti tidak boleh hanya terjebak pada output-ouput tuntutan kampus atau lembaga penelitian yang ada. “Tetapi, lingkungan yang menjadi ruh publikasi perlu dihidupkan dan diperkuat, sehingga output tersebut keluar dari diri kita menjadi kekuatan dan identitas,” jelasnya.

Dirinya juga mengungkapkan, tahun depan akan berencana untuk melakukan penelitian tentang rekonstruksi jalur rempah kontemporer dan memasukkannya ke dalam Prioritas Riset Nasional (PRN). “Ini adalah bagian dari kerja sama dengan Kemedikbudristek dan kita akan perkuat penelitiannya terkait jalur rempah, budaya maritim, kebijakan laut, kebijakan tata kelola maritim, dan sebagainya yang ada di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, Dedi Supriadi Adhuri, dari Kelompok Studi Maritim, Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya LIPI menyatakan, selama dirinya dan tim menjalani proses riset maritim, lebih banyak mendengarkan suara-suara atau memahami realita orang-orang pesisir. “Kami mencoba memahami apa yang mereka pikirkan. Kemudian menyautkan dengan kebijakan-kebijakan yang bisa mengakomodasikan potensi mereka untuk kontribusi pembangunan bangsa. Kontribusi komunitas maritim seringkali tenggelam bahkan menjadi korban dalam pembangunan maritim,” paparnya.

Menurutnya, masalah tersebut memerlukan pendekatan-pendekatan yang mengandung prinsip-prinsip People Centred Development. “Pendekatan ini merupakan kritik terhadap pendekatan-pendekatan yang selama ini dianggap menjadikan growth economic, dimana aspek-aspek lain yang menghalangi tujuan ekonomi cenderung dilupakan. Pertumbuhan ekonomi itu penting, tetapi sebenarnya hanya sarana untuk mencapai tujuan-tujuan yang hakiki. Dalam kesejahteraan, ekonomi hanya salah satu indikator saja, karena kesejahteraan memiliki indikator-indikator yang lain, misalnya kepuasan batin atau kepuasan yang sifatnya spiritual, dan lain-lain,” tegasnya. “Isu-isu sosial merupakan inti dari pendekatan ini untuk mengorasi pendekatan pembangunan yang cenderung berfokus pada economic measures,” imbuhnya.

Dedi juga mengungkapkan, orang pesisir mempunyai isu-isu serius lainnya seperti, jika membicarakan soal pembangunan, SDM-nya terlupakan. “Potensi apa yang mereka bisa kontribusikan tidak kelihatan, jadi mereka cenderung menjadi korban dari program-progrma kemaritiman itu sendiri. Orang bajau atau orang laut masih sering dimarginalkan. Padahal kalau kita ingin membangun budaya maritim, kita tidak dapat lari dari mereka dalam maritime development,” ungkapnya.

“Masalah serius lainnya yang terjadi pada komunitas pesisir dan nelayan antara lain, masalah ketidakseimbangan level eksploitasi, kemiskinan nelayan dan komunitas pesisir, degradasi dan marjinalisasi tradisi kenelayanan dan pengelolaan pesisir darat dan perairan, serta hambatan terhadap revitalisasi tradisi kenelayanan dan pengelolaan sumber daya pesisir,” imbuhnya.

Dalam akhir paparan dirinya menambahkan, konektivitas poros maritim yang paling menggema adalah tol laut, dimana terkait dengan konstruksi mega projek yang ada di dalamnya. “Kemudian komunitas pesisir disekitar pelabuhan dan bahkan komunitas pelayaran, posisinya menjadi marjinal dibanding kegiatan-kegiatan utama pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas di pesisir,” tutupnya.(sf/ed: bn

_________________________

*) Berita dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN

Ilustrasi: Shutterstock

 

NO COMMENTS

Exit mobile version