Oleh Desy Permatasari (Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Brawijaya)
Masyarakat Digital dan Penyebaran Informasi
Pada tanggal 1 Agustus 2017, masyarakat digemparkan dengan peristiwa tragis penghakiman massa di Kabupaten Bekasi. Sejumlah warga setempat mengeroyok dan membakar seorang pria yang diduga mencuri amplifier (pengeras suara). Belakangan diketahui bahwa pria berusia tiga puluh tahun tersebut bernama Muhammad Al-Jahra alias Zoya yang berprofesi sebagai tukang servis barang elektronik. Pasca kejadian tersebut, video penganiayaan yang dilakukan terhadap Zoya dipublikasi ke Youtube dan mulai menyebar di masyarakat melalui internet. Publikasi video ini menjadi perbincangan antar kelompok masyarakat yang merupakan pengguna internet. Tidak hanya itu, media baik offline maupun online memberitakan fenomena ini hingga berbagai orang yang membaca berita juga mengetahui dan mulai menyebarkannya di media sosial masing-masing. Adanya penyebaran video pembakaran Zoya melalui Youtube membuat peristiwa ini viral sehingga, diberitakan oleh media dalam dan luar negeri.
Berita tentang pembakaran Zoya telah dipublikasi oleh media luar negeri di Singapura dan Malaysia. The Star (koran online Malaysia) memberitakan kasus ini dengan judul “Man Burned to Death for Stealing Mosque Amplifiers”, serta menampilkan video berdurasi satu menit yang merupakan kompilasi dari beberapa video yang diunggah dari Facebook (The Star, 22 September 2017). Sementara itu media online asal Singapura, Asia One, memberitakan insiden ini dengan judul artikel yang sama dengan The Star. Pemberitaan dari media online tersebut mengundang netizen saling berdiskusi untuk bertukar pendapat di kolom komentar berita atau dalam sosial medianya sendiri. Pemberitaan ini juga mendapat respon dari masyarakat dan instansi untuk memberikan bantuan kepada keluarga Zoya yang telah ditinggalkan. Respon semacam ini sulit ditemukan dari kasus penghakiman massa lainnya.
Kasus penghakiman oleh warga Desa Karang Sari, Simalungun terhadap Indra[1] misalnya, tidak banyak mendapatkan pemberitaan koran online yang banyak dikenal seperti Kompas.com, Tempo.co, dan Republika.co.id. Kelanjutan dari berita ini juga tidak diberitakan, apakah masyarakat yang melakukan penghakiman massa terhadap Indra dihukum atau tidak. Harus diakui bahwa kasus Indra dan Zoya berbeda karena Zoya yang dituduh pelaku ternyata merupakan korban penghakiman salah alamat. Meskipun demikian, pemberitaan media juga tidak dapat dinafikan dalam menjadikan kasus ini menjadi perhatian nasional bahkan internasional.

Kekuatan Media
Tulisan ini ingin mengetahui bagaimana media online dapat mempengaruhi pembaca melalui wacana yang disampaikan. Artikel ini akan menggunakan pemberitaan dari tiga media untuk melihat cara media online membingkai berita soal fenomena masyarakat yang melakukan penghakiman di Bekasi. Dipilih tiga media online terdiri dari rangking, presentase pengunjung, dan karakteristik pengunjung dari Alexa, yaitu CNN Indonesia, Detik, dan Okezone. Media pertama dan kedua memiliki 94,9% pengunjung di Indonesia setiap hari-nya sedangkan media ketiga memiliki 94,6% pengunjung per harinya. Ketiganya media ini memiliki mayoritas karakteristik pembaca yang sama, yaitu laki-laki yang memiliki pendidikan terakhir kuliah di universitas dan membaca berita pada lokasi browsing di tempat kerja (Alexa, 2017). Dapat disimpulkan bahwa pemberitaan dalam ketiga koran online tersebut juga mempengaruhi perspektif dari masyarakat yang membacanya, terutama karakteristik masyarakat tersebut.
Berita pertama yaitu CNN Indonesia memiliki judul berita “Korban Pembakaran di Bekasi Belum Dipastikan Curi Amplifier” oleh Marselinus Gual pada 4 Agustus 2017. Dalam berita ini diceritakan bahwa MA (pria tiga puluh tahun) dipukul dan dibakar massa karena diduga mencuri pengeras suara di Mushala Al-Hidayah. Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yawono mengatakan bahwa Kepolisian masih memeriksa berbagai saksi untuk menemukan bukti dari dugaan MA sebagai pelaku pencurian amplifier. Judul yang ditampilkan menghilangkan Zoya sebagai pelaku pencuri amplifier dengan menggunakan kata “belum dipastikan curi amplifier”. Sementara di dalam berita ini disebutkan bahwa Rojali sebagai saksi kunci melihat gerak-gerik yang mencurigakan sejak pertama kali MA datang ke mushala hingga diketahui ampli yang hilang bersamaan dengan perginya MA. Kemudian di akhir berita disebutkan bahwa “Pembakaran ini ramai dibahas media sosial. MA disebut-sebut sebagai korban salah sasaran. Sebab, ternyata amplifier itu masih ada di mushala.”, namun terdapat kalimat dari pihak Kepolisian bahwa tidak terdapat saksi yang mengatakan amplifier masih ada di mushala.
Dalam tulisan ini penulis mengemas berita untuk menarik pembaca dengan judul yang dibuat bahwa Zoya belum dipastikan sebagai pencuri. Namun di dalamnya, isi pemberitaan yang mengarah kepada MA sebagai pelaku pencurian diperkuat melalui keterangan saksi kunci, serta sikap melarikan diri yang dilakukan MA ketika saksi menanyakan terkait amplifier mushala. Selanjutnya, pada berita ini juga disebutkan bahwa pembakaran yang dilakukan masyarakat ternyata salah sasaran karena diketahui amplifier masih ada di mushala. Penting juga dicatat bahwa tidak ada bukti yang menjelaskan pernyataan tersebut dalam tulisan kecuali rujukan pada komentar di media sosial. Dalam hal ini, judul yang dibuat oleh CNN Indonesia menarik agar pembaca menelusuri isi pemberitaan karena terdapat orang-orang yang mengatakan bahwa Zoya adalah korban salah tuduh. Ternyata, disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya bahwa menurut pernyataan saksi diperoleh fakta bahwa Zoya adalah pelaku pencurian amplifier. Orang-orang yang menyatakan Zoya adalah korban salah tuduh dan amplifier masih terdapat di mushala tidak kuat karena tidak ada sumber dan saksi yang jelas. Terdapat kontradiksi dari judul dan isi yang disampaikan berita ini karena dalam judul dituliskan bahwa Zoya belum tentu mencuri, sedangkan dalam isi disebutkan bahwa dari pernyataan saksi Zoya adalah pelaku pencurian.

Selanjutnya berita yang disampaikan oleh Detik memiliki judul “Polisi: Pria yang Dibakar Massa Terduga Keras Pencuri Ampli” oleh Mei Amelia R pada 9 Agustus 2017. Dari berita ini berdasarkan keterangan saksi dan bukti yang diperoleh Polisi mengatakan bahwa MA (Zoya) merupakan pencuri dari amplifier di mushala Al-Hidayah. Kemudian diceritakan bahwa Polisi telah memeriksa tujuh belas saksi berkaitan kasus pencurian dan pengeroyokan, dua diantaranya ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian disebutkan bahwa Rojali merupakan saksi yang menemukan MA dan mengejar hingga tertangkap massa. Kemudian Asep sebagai polisi mengatakan juga bahwa tindakan penghakiman massa merupakan hal yang salah meskipun pencurian benar dilakukan oleh MA. Dari isi pemberitaan tersebut, dapat dilihat bahwa pemberitaan cenderung mengesampingkan MA sebagai pelaku pencurian dengan lebih menjelaskan soal pelaku pengeroyokan. Kemudian dijelaskan pula bahwa MA yang lari lalu terjatuh dan tertangkap oleh massa hingga mengalami pengeroyokan. Dalam berita ini juga MA masih diduga sebagai tersangka pencurian dan belum diverifikasi. Dari berita yang disebutkan artikel ini pembaca dapat memiliki perspektif yang bermacam-macam hingga setiap orang yang terdapat dalam berita berpotensi untuk dipandang bersalah dalam pengeroyokan yang dilakukan kepada MA, terutama Rojali sebagai penjaga mushala yang pada saat itu merupakan orang pertama yang mengejar dan menceritakan kepada masyarakat sekitar. Dalam berita yang dimuat ini MA dibingkai sebagai korban dugaan pencurian yang mengalami pengeroyokan massa.
Kemudian berita yang ditulis oleh Okezone yang dipilih memiliki judul “Polisi Ungkap Pencuri Amplifier di Bekasi Tak Punya Catatan Kejahatan” ditulis oleh Badriyant pada tanggal 9 Agustus 2017. Dalam berita ini dijelaskan bahwa hasil keterangan dari saksi polisi menduga MA (Joya)[2] adalah pelaku pencurian. Namun dari berbagai kalimat yang ditulis dalam berita ini menghilangkan kemungkinan bahwa Joya (berita yang dimuat oleh Okezone menuliskan Muhammad Al-Jahra dengan sebutan Joya) merupakan pelaku dari pencurian amplifier pada sebuah mushala. Awal berita tersebut menceritakan bahwa Joya merupakan warga yang baik dan tidak memiliki catatan kriminal, kemudian dijelaskan bahwa profesi Joya sendiri merupakan montir atau tukang servis perangkat elektronik dan jual beli amplifier. Pemilihan kata “peristiwa nahas” membuat posisi Joya sangat tragis karena tewas dibakar hidup-hidup oleh warga setelah diduga mencuri satu amplifier di mushala. Dalam berita ini juga disampaikan bahwa kalaupun benar Joya melakukan pencurian pada amplifier namun tidak perlu sampai dilakukan pembakaran hidup-hidup. Terakhir, berita ini ditutup dengan lima tersangka yang melakukan pengeroyokan dan pembakaran terhadap Joya. Dalam berita ini yang ditonjolkan adalah lima tersangka pelaku pengeroyokan dan pembakaran. Dapat disimpulkan bahwa meskipun kepolisian telah menduga kuat bahwa Joya adalah pelaku pencuri amplifier, namun pemberitaan lebih memfokuskan pada perilaku yang baik dan pekerjaan yang memang dilakukan oleh Joya sebagai pekerja elektronik sehingga menutup fakta bahwa Joya merupakan pencuri amplifier.
Ketiga berita yang disampaikan oleh media online tersebut memiliki satu kesamaan yaitu mengecilkan kemungkinan yang berkaitan dengan pencurian amplifier oleh Zoya dan memilih untuk fokus menyampaikan berita pada sisi manusiawi dari Zoya sebagai korban penghakiman massa. Tiga berita tersebut mengecilkan kemungkinan fakta pencurian pelaku dengan memberitakan tragisnya kematian yang dialami Zoya sekaligus dengan lebih banyak menyebutkan tersangka yang melakukan pengeroyokan.

Internet, Media dan Masyarakat
Internet merupakan bagian dari media baru yang digunakan untuk menyebarkan informasi. Media memberitakan fenomena baik secara offline maupun online secara terus menerus dan ketika berita tersebut menarik, maka media internasional meliput berita tersebut. Salah satunya berita seorang pria bernama Zoya yang tewas dibakar hidup-hidup di Bekasi. Pasca disebarkannya video pembakaran Zoya, fenomena pembakaran hidup-hidup ini mulai diperbincangkan di berbagai media sosial sebagai proses diskusi netizen Terdapat tiga media yang memiliki presentase pembaca tinggi, diantaranya CNN Indonesia, Detik, dan Okezone. Pemberitaan dari ketiga media tersebut mengecilkan kemungkinan bahwa Zoya merupakan pelaku pencurian amplifier dan memilih bingkai pemberitaan yang lain. Misalnya dengan memberitakan pelaku pengeroyokan, perilaku baik dari Zoya dan keluarganya, pekerjaan yang sehari-hari dilakukan Zoya adalah melakukan reparasi elektronik, dan sisi kemanusiaan lainnya.
Dari informasi yang didapatkan baik dari media tersebut dan sosial media lain menimbulkan sikap empati dari masyarakat dan berbagai instansi untuk memberikan bantuan kepada keluarga Zoya yang hingga saat ini telah memiliki bantuan dari masyarakat nasional, Menteri Agama, berbagai LSM dan tokoh politik baik dari segi materi maupun non materi. Kasus Zoya, sedikit banyak menunjukkan gambaran bahwa masyarakat media atau masyarakat informasi memiliki karakteristik sosial yang tinggi yang diperlihatkan dalam ramainya respon mereka terhadap pemberitaan (Editor Ranny Rastati).
[1] http://kriminalitas.com/diteriaki-maling-indra-kena-penghakiman-massa/
[2] Berita yang dimuat oleh https://www.okezone.com/ menuliskan Muhammad Al-Jahra dengan sebutan Joya
DAFTAR PUSTAKA
KRICOM.ID.“Diteriaki Maling, Indra Kena Penghakiman Massa”. KRICOM.ID.17 Mei 2016. http://kriminalitas.com/diteriaki-maling-indra-kena-penghakiman-massa/ (diakses pada tanggal 20 Juni 2017).
Alexa. Top Sites in Indonesia. 26 September 2017 (diakses pada tanggal 20 Juni 2017).
Marselinus Gual.“Korban Pembakaran di Bekasi Belum Dipastikan Curi Amplifier”. Cnnindonesia.com.4 Agustus 2017. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170804182650-12-232578/korban-pembakaran-di-bekasi-belum-dipastikan-curi-amplifier/ (diakses pada tanggal 20 Juni 2017).
Mei Amelia R. “Polisi: Pria yang Dibakar Massa Terduga Keras Pencuri Ampli”.news.detik.com. https://news.detik.com/berita/d-3592856/polisi-pria-yang-dibakar-massa-terduga-keras-pencuri-ampli (diakses pada tanggal 20 Juni 2017).
Badriyanto. “Polisi Ungkap Pencuri Amplifier di Bekasi Tak Punya Catatan Kejahatan”.news.okezone.com. https://news.okezone.com/read/2017/08/09/338/1752947/polisi-ungkap-pencuri-amplifier-di-bekasi-tak-punya-catatan-kejahatan (diakses pada tanggal 20 Juni 2017).
______________________________
Tentang Penulis
Desy Permatasari adalah mahasiswa angkatan 2014 Sosiologi Universitas Brawiaya. Selama di Universitas Brawijaya, ia melakukan berbagai penelitian sebagai program jurusan. Konsentrasi penelitian yang diambil adalah sosiologi pembangunan yang berkaitan dengan Corporate Social Responsibility (CSR), community development, desentralisasi atau otonomi daerah, ekonomi politik dan pembangunan, dan lain sebagainya. Untuk kritik, saran, dan lainnya, yang bersangkutan dapat dihubungi melalui email : dsyprmtsri@gmail.com
Diunggah oleh
Unggahan lainnya
Artikel2020.09.25Mabar Sebagai Proses Membangun Kesenangan Kolektif
Berita2020.09.16Nilai-nilai Penting, Data Penelitian Sosial dan Kemanusiaan Jadi Aset Berharga
Artikel2020.09.09COVID-19, Konspirasi, dan Ketahanan Teknososial
Artikel2020.09.04Padungku: Kultur Gotong Royong dan Persaudaraan di Tanah Poso, Morowali, dan Tojo Una-una Sulawesi Tengah