Home Artikel Fenomena Konversi Agama di Balik Identitas Suku Baduy

Fenomena Konversi Agama di Balik Identitas Suku Baduy

0

Jakarta, Humas LIPI. Sejak tahun 1977, ada sekitar 1.000 orang Baduy yang melakukakn perpindahan agama dari Sunda Wiwitan ke agama Islam dan sekitar 120 orang Baduy pindah ke agama Kristen. Ahmad Najib Burhani, Plt. Kepala Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB LIPI) menuturkan, fenomena conversion atau perpindahan agama yang terjadi di Suku Baduy biasa disebut dengan istilah shopping religion. “Jadi perpindahan agama bukan karena faktor hidayah, maka sangat dipertanyakan faktor-faktor yang lain,” tuturnya dalam Forum Diskusi Budaya seri 17 yang diselenggrakan oleh PMB LIPI pada Senin (12/7), yang membahas desertasi Ade Jaya Suryani, dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Banten yang berjudul From Respected Hermits to Ordinary Citizens: The Conversion of the Baduy, Ethnicity and Politics of Religion in Indonesia (1977-2019).

“Ketika membaca desertasi ini, konversi bukan hanya sekedar satu proses selesai, ternyata ada orang Baduy yang balik ke agama Kristen, kemudian pindah ke agama Islam, kemudian kembali lagi ke Kristen, dan sebagainya. Selain itu, ada fenomena yang menarik lainnya yakni, fenomena hubungan antara negara dan agama, negara dan kepercayaan dan sebagainya,” ungkapnya.

Sementara itu, Lilis Mulyani Peneliti PMB LIPI memberikan tanggapan terhadap desertasi tersebut melalui judul Memahami Perjuangan Identitas Orang Baduy sebagai Warga Negara Setara. “Dari desertasi tersebut saya lebih melihat dari sisi orang Baduy yang masih memegang teguh identitas mereka sebagai orang Baduy dan memegang teguh agama mereka yaitu Sunda Wiwitan. Selain itu, perjuangan mereka sebagai minoritas dalam negara demokrasi, meskipun secara populasi sangat banyak,” jelasnya.

Menurut Lilis, masyarakat Baduy disebut minoritas karena secara agama mereka menganut Sunda Wiwitan yang tidak termasuk dalam enam agama resmi yang diakui oleh negara. “Selain itu, mereka juga minoritas secara pandangan hidup sederhana dan tidak menerima hal-hal modern, minoritas dalam cara mata pencaharian khususnya pertanian, serta sikap terhadap situasi sosial dan lingkungan,” paparnya.

Lebih lanjut dirinya menyatakan, banyak alasan orang Baduy pindah agama atau konversi ke agama lain seperti agama Islam, Kristen, dan Budha. Alasan tersebut antara lain, seperti kawin campur dengan orang luar Baduy, memiliki pendidikan tinggi, berdagang, pekerjaan non-tani, serta faktor hidayah. “Namun, apakah konversi agama ini menjadi syarat atau cara untuk mendapatkan pengakuan sebagai WNI. Ini dapat menjadi bahan refleksi bagaiman kita memahami proses konversi agama orang Baduy dari agama leluhur yakni Sunda Wiwitan menjadi agama lain. Kita juga perlu memahami makna perjuangan identitas Suku Baduy sebagai kelompok minoritas dalam konteks demokrasi dan hak kelompok atau group rights,” tegasnya.

Jika melihat proses konversi agama dalam konteks demokrasi, status warganegara suku Baduy seharusnya negara wajib mengakui identitas termasuk agama kelompok minoritas sebagai warga negara setara. “Di masa sekarang, bagi suku Baduy pilihan tentang agama adalah pilihan tentang identitas sebagai kelompok khusus. Pindah agama berarti keluar dari Baduy karena agama merupakan identitas penciri paling utama dari Suku Baduy,” pungkas Lilis. (sf/ ed: mtr)

_________________________

*) Berita dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI

*) Ilustrasi: Kompas

 

 

NO COMMENTS

Exit mobile version