Jakarta, 22 Juni 2016 | Pk.09.30 WIB

 

JAKARTA – Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2KK-LIPI) melakukan penelitian bahasa dan budaya di kota Jayapura (Port Numbay), tepatnya di tiga kampung yaitu Skouw Mabo, Skouw Sae, dan Skouw Yambe yang berada di perbatasan Indonesia dan Papua New Guinea (PNG). Penelitian yang bertajuk “Peran Bahasa dan Kebudayaan dalam Konteks Persatuan dan Kesatuan di Papua” ini telah berjalan dua tahun, sejak 2015 hingga 2016. Sebagai tambahan informasi, penelitian ini bersifat interdisiplin karena melibatkan peneliti dari beragam ilmu, antara lain linguistik, hukum, antropologi, dan demografi.

Pada tahun 2015, menimbang data dan fakta adanya keragaman kebudayaan dan bahasa di Provinsi Papua, tim Papua melakukan kajian untuk mengidentifikasi kebudayaan dan kebahasaan orang Skouw yang diakui sebagai salah satu penduduk asli kota Jayapura. Kajian kebudayaan dan kebahasaan yang menempatkan fokus pada orang Skouw ini bertujuan menggali nilai dan praktik masyarakat yang memiliki potensi mendukung terciptanya integrasi sosial antara komunitas etnik tersebut dengan kelompok etnik.

Hasil penelitian tim di tahun 2015, dari sisi kebahasaan, memperlihatkan individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut memiliki kemampuan memilih kode (baca:bahasa) yang digunakan sebagai strategi komunikasi. Survei sosiolinguistik memperlihatkan bahwa pada dasarnya ranah penggunaan bahasa Indonesia lebih luas dibandingkan ranah penggunaan bahasa Skouw. Hal ini terjadi karena (1) intensitas kontak bahasa yang tinggi, (2) tingginya angka kawin campur, dan (3) sikap bahasa yang kurang positif dari penduduk Skouw. Posisi bahasa Indonesia bisa berperan sebagai vernacular (bahasa asli, dialek dari penduduk asli) sekaligus vehicular (alat komunikasi antarkelompok). Di sisi lain, bahasa Skouw, meskipun masih memiliki tempat di kalangan penuturnya tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa vitalitas bahasa tersebut berangsur-angsur mengalami degradasi. Hal ini terlihat dari mulai membesarnya kesenjangan penggunaan yang terjadi antara bahasa Indonesia dan bahasa Skouw. Selain kedua bahasa tersebut, bahasa Tok Pisin ditengarai juga mulai masuk ke dalam aktivitas kebahasaan penduduk di sekitar orang Skouw terutama mereka yang berkaitan langsung dengan akitivitas perdagangan di perbatasan Indonesia−PNG.

Sementara itu di sisi kebudayaan, persentuhan dengan berbagai nilai dan tradisi diakui masyarakatnya mempengaruhi praktik tradisi mereka saat ini banyak acara adat yang memang sudah tidak lagi dilakukan oleh orang Skouw, seperti tidak berfungsinya Tangfa dan Paa (keduanya berarti rumah adat) sebagai tempat berkumpul dan juga tempat untuk mendidik anak laki-laki yang sudah beranjak dewasa.

Berlanjut dari penelitian tahun sebelumnya, pada tahun 2016 fokus penelitian diarahkan untuk memahami interaksi internal dan eksternal dari komunitas kultural penutur bahasa Skouw melalui kajian bahasa, kependudukan, kepemimpinan dan adat/tradisi. Penelitian di tahun 2016 ini dilakukan melalui wawancara  kepada anggota masyarakat, Ondoafi (pemimpin adat tertinggi),  pemangku kebijakan seperti anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), stakeholder Pemerintah Provinsi Papua, Stakeholder Pemerintah Kota Jayapura, Kepala Pemerintahan Kampung (KPK), serta informan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Selain wawancara, penelusuran artikel dan buku−buku yang terkait dengan bahasa dan budaya masyarakat asli Skouw maupun Port Numbay dilakukan oleh tim peneliti.

Penelitian tahun 2016 menyasar tujuan teoritis dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, khususnya pada kajian bahasa dan kebudayaan, mengenai batas-batas sosial budaya dalam konstruksi identitas masyarakat di kawasan perbatasan Indonesia-PNG. Sementara itu, tujuan praktis penelitian ini adalah sebagai bahan untuk penyusunan rekomendasi kebijakan pemerintah mengenai pemetaan kekayaan kebudayaan kelompok etnik di kawasan perbatasan Indonesia yang kemudian diharapkan dapat menyumbang pemikiran dalam perumusan strategi kebudayaan Indonesia. (Luis Feneteruma)

 

*Sumber: disarikan dari Laporan Penelitian Tim Papua tahun 2015 dan makalah Rancangan Penelitian Tim 15 Juni 2016

**Narahubung: Leolita Masnun, SH, MA (Koordinator Tim)

 

(Ed/Ranny Rastati)