Sebanyak 82 tokoh menyatakan pelarangan buku yang dilakukan Kejaksaan Agung dapat dikategorikan sebagai tindakan melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Melarang buku berarti melanggar hak dasar yang dijamin UUD 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Parmodawardhani, yang membacakan pernyataan sikap 82 tokoh di Jakarta, Jumat (8/1).
Bila pemerintah melarang buku, ujar Jaleswari, akan timbul ketakutan berpendapat dan bertukar pikiran untuk menjelajah kemungkinan baru di bidang artistik dan intelektual. Melarang buku, lanjutnya, akan merintangi ikhtiar pencerdasan bangsa yang diamanatkan dalam mukaddimah konstitusi atau pembukaan UUD 1945.
Selain itu, pelarangan buku yang termasuk pelanggaran HAM akan mencoreng reputasi Indonesia sebagai salah satu negara demokratis.
“Dalam negara yang demokratis, pembatasan hanya bisa dibenarkan terhadap buku-buku yang secara nyata menyebarluaskan kebencian rasial, agama, dan golongan, serta propaganda kekerasan dan perang,” kata Jaleswari.
Namun, ujar dia, pembatasan itu harus ditempuh melalui proses peradilan yang jujur, bebas, dan tidak memihak.
Untuk itu, 82 tokoh tersebut mendesak pemerintah untuk mengoreksi langkah-langkah yang masih melanjutkan perilaku rezim antidemokrasi di masa lampau. Mereka antara lain Dewan Pembina YLBHI Adnan Buyung Nasution, sejarawan UI Asvi Warman Adam, budayawan-jurnalis Goenawan Muhammad, pakar hukum Mas Achmad Santosa, rohaniawan Mudji Sutrisno, dan mantan anggota DPR RI Nursyahbani Katjasungkana.
Selain mereka, terdapat pula nama-nama Ketua YLBHI Patra M Zen, advokat Todung Mulya Lubis, Koordinator Federasi Kontras Usman Hamid, dan Komisioner Komnas HAM Yosep Adi Prasetyo.( Ant / CN16 )
Judul : Coreng Indonesia Sebagai Negara Demokratis, Peneliti: Melarang Buku Berarti Melanggar HAM
Sumber : Suara Merdeka
Tautan Gambar: http://grafisosial.wordpress.com/tag/issi/
Jenis : Berita
Tanggal : 8 Januari 2010
Penulis : –
Diunggah oleh

Unggahan lainnya
Artikel2023.03.16Komunikasi Politik Folklore
Artikel2023.02.23Empati atau Suntik Mati: Refleksi Surplus Manula di Jepang dalam Film “Plan 75”
Berita2023.02.20Call for Papers for Conference on Social Faultlines in Indonesia: Persistence and Change in An Evolving Landscape
Artikel2023.02.17Pembangunan Sosietal, Depresi Sosial & Warga yang Sial