[Masyarakat & Budaya, Vol 24, No 23, Desember 2021]

Oleh Syarfina Mahya Nadila (Peneliti PMB BRIN)

Pandemi COVID-19 memaksa kita untuk melakukan banyak perubahan dalam hidup. Merebaknya transmisi penyebaran COVID-19 pada gelombang pertama dan gelombang kedua, membuat pemerintah mengeluarkan himbauan untuk para pekerja melakukan segala aktivitas bekerjanya di rumah untuk menekan laju penyebaran COVID-19. Meskipun pekerjaan dilaksanakan dari rumah, bukan berarti menurunkan produktifitas. Survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Ketenagakerjaan dan Universitas Indonesia, menunjukkan bahwa sebanyak 78 persen pekerja tetap bekerja dengan produktif meskipun dilakukan dari rumah (work from home) (Saubani, 2020).  Sekarang setelah lebih dari satu tahun pandemi COVID-19 terjadi, para pekerja sudah mulai terbiasa dan beradaptasi dengan ritme bekerja dari rumah.

Seorang peneliti berpendapat bahwa sistem kerja dari rumah jauh lebih produktif daripada bekerja di kantor[1]. Ia adalah seorang perempuan yang termasuk ke dalam generasi milenial dan masih melajang. Menurutnya, aktivitas pulang pergi ke kantor membuatnya harus membuang waktu selama 4 jam setiap hari karena jauhnya jarak rumah ke kantor dan kemacetan lalu lintas kota DKI Jakarta. Dia merasa waktu 4 jam yang terbuang dapat digunakan lebih efektif di rumah untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Selain itu, sarana dan juga lingkungan kerja dirumah jauh lebih baik dan kondusif. Namun, ia juga berpendapat bahwa tidak semua pekerjaan efektif dilakukan di rumah. Hanya pekerjaan-pekerjaan yang menuntut fokus dan imajinasi seperti menulis artikel jurnal, atau laporan penelitian, yang efektif dilakukan di rumah. Pekerjaan yang sifatnya memerlukan koordinasi antar anggota tim, atau pihak lain akan lebih efektif dilakukan di kantor. Selain itu, datang ke kantor juga berperan sebagai ajang bersosialisasi dengan rekan kerja saat merasa jenuh menyelesaikan tulisan di rumah. Datangnya peneliti ke kantor menemui teman-teman menjadi salah satu penyegaran yang baik dari kejenuhan berpikirnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh seorang peneliti berusia 30-an[2], seorang perempuan dan sudah berkeluarga. Dia merasa lebih produktif saat bekerja di rumah daripada bekerja di kantor. Meskipun, pada awal pandemi dia merasa kesulitan karena harus menyeimbangkan antara aktifitas kerja dengan aktifitas menemani anak sekolah daring, setelah dijalani hampir satu tahun ini, kini dia sudah mampu beradaptasi dengan baik. Dia juga merasa sarana dan prasarana di rumah lebih menunjang produktifitas kerja dari pada bekerja di kantor. Dia juga merasa waktu tempuh dari rumah ke kantor yang panjang, membuatnya merasa tidak efektif bila harus bekerja di kantor.

Seorang staf pemasaran laki-laki juga menuturkan hal yang sama bahwa dia merasa lebih produktif bila bekerja di rumah daripada bekerja di kantor[3]. Namun, ada waktu-waktu di mana dia memilih untuk ke kantor bila pekerjaannya membutuhkan koordinasi dengan berbagai pihak. Menurutnya, kemajuan teknologi sekaranglah yang memberikan kemudahan dalam bekerja. Kemajuan teknologi memudahkannya untuk tetap menjaga hubungan baik dengan klien tanpa harus bertemu langsung. Adapun kesamaan dari ketiga informan ini adalah mereka menganggap bekerja di rumah lebih efektif dibandingkan di kantor karena faktor durasi waktu perjalanan dari rumah ke kantor yang terbuang.

Sistem kerja yang memungkinkan pekerjanya bekerja dari mana saja, tidak harus datang ke kantor adalah sistem kerja ‘teleworking.’ Definisi telewoking menurut Watson (2012) adalah pekerjaan yang dilakukan jauh dari lokasi pemberi kerja atau kontraktor pekerjaan dengan menggunakan informasi elektronik dan teknologi komputasi di salah satu (atau keduanya) (a) melaksanakan tugas pekerjaan, atau (b) berkomunikasi dengan organisasi pemberi kerja atau kontraktor sehubungan dengan tugas-tugas tersebut. Teleworking telah ada pada pertengahan tahun 1970-an, saat itu digunakan untuk menggambarkan kerja-kerja yang tidak dilakukan di kantor (Joshua, 2017). Pekerjaan menggunakan teleworking ini tergantung pada penggunaan teknologi dan sarana-sarana penunjang lainnya (Joshua, 2017).

Di Amerika Serikat, telewoking telah dilakukan sejak tahun 1990an tetapi baru mengalami peningkatan pada tahun 2000-an. Berdasarkan survei Gallup Work and Workplace tahun 2016, memperkirakan sekitar 37 persen pekerja di AS melakukan telecommuting selama beberapa hari dalam seminggu bekerja (Joshua, 2017). Telecommuting adalah bentuk dari teleworking. Dalam telecommuting pekerja dapat bekerja di rumah ataupun di mana saja selama sehari atau beberapa hari dalam seminggu. Dalam telecommuting yang ditekankan adalah pengurangan jumlah hari untuk pergi ke kantor dalam seminggu dan penggunaan teknologi informasi selama melakukan telecommuting (Uy, 2021).    

Pada tahun 2020, sebuah survei tentang teleworking yang dilakukan oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF) dan Ipsos, menunjukan rata-rata 52% responden secara global bekerja dari rumah (Work from home/WFH), dengan negara paling tinggi melakukan WFH adalah Kolombia sebesar 74% (Lidwina, 2021). Tingginya angka ini disebabkan olah pandemi COVID-19. Pandemi Covid-19 memaksa pekerja dan pemberi kerja untuk membuat mekanisme teleworking di sebagian besar sektor dan jenis pekerjaan. Kondisi ini tentu saja tidak terpikir sebelumnya, untuk pekerja dapat melakukan pekerjaan dengan jarak jauh dari tempat kerja dalam waktu yang cukup lama.

Efek dari pandemi yang cukup panjang ini membuat beberapa perusahaan membolehkan pekerjanya untuk tetap melakukan pekerjaan dari rumah, meskipun pandemi telah berakhir. Perusahaan layanan media sosial seperti populer, Twitter dan perusahaan piranti lunak TeamViewer tetap mengizinkan pekerjanya untuk melakukan pekerjaan dari rumah meskipun pandemi telah berlalu (Ulfa, 2021; Yupita, 2020). Dalam perkembangannya nanti, pekerja mungkin akan diperbolehkan untuk bekerja secara hybrid. Ada saatnya pekerja dapat bekerja di kantor, di rumah atau pun di tempat lain selama dapat menyelesaikan tugas pekerjaan dengan baik. Hal ini seperti yang dikatakan oleh para informan di atas, bahwa bekerja di kantor masih diperlukan untuk berkoordinasi dan bersosialisasi dengan rekan kerja lainnya. Namun, dapat bekerja dari rumah adalah pilihan menarik bagi mereka yang mengutamakan efisiensi waktu (Editor Ibnu Nadzir).

[1] Wawancara dilakukan pada tanggal 4 Oktober 2021

[2] Wawancara dilakukan pada 5 Oktober 2021

[3] Wawancara dilakukan pada 5 Oktober 2021

Referensi

Ilustrasi: Shutterstock

Healy, Joshua, Daniel Nicholson and Peter Gahan. 2017. The Future of Work in Australia: Anticipating how new technologies will reshape labour markets, occupations and skill requirements. New South Wales: Education: Future Frontiers. https://education.nsw.gov.au/content/dam/main-education/teaching-and-learning/education-for-a-changing-world/media/documents/The-Future-of-Work-in-Australia-Executive-Summary.pdf

Lidwina, Andrea. 2021. 52% Pekerja Global Bekerja dari Rumah selama Pandemi Covid-19. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/06/52-pekerja-global-bekerja-dari-rumah-selama-pandemi-covid-19#:~:text=Hasil%20survei%20Forum%20Ekonomi%20Dunia,dan%20Afrika%20Selatan%20(71%25).

Saubani, Andri. 2020. Survei LIPI: 78 Persen Responden Tetap Produktif Saat WFH. https://www.republika.co.id/berita/qan89v409/survei-lipi-78-persen-responden-tetap-produktif-saat-wfh

Ulfa, Arofatin Maulina. 2021. Adaptasi Budaya Kerja di Era Pandemi. https://katadata.co.id/ariemega/berita/600d1b228f129/adaptasi-budaya-kerja-di-era-pandemi

Uy, Melanie. 2021. Differences Between Telecommuting and Telework: And What is a remote worker?. https://www.lifewire.com/difference-between-telecommuting-and-telework-2378090

Watson, Tony J. (2012). Sociology, Work and Organisation Sixth Edition. New York: Routledge.

Yupita, Helena. 2020. Usai Pandemi Covid-19, Bekerja dari Rumah Tetap Jadi Tren. https://docs.google.com/document/d/1HpLEhy1iNs6HcHTpIsIHmZATL-tj3fJy0sjoz6uhx-0/edit

______________________________________

*) Opini dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB BRIN

_______________________________________

Tentang Penulis

Syarfina Mahya Nadila adalah peneliti Sosiologi di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN. Kajian yang dilakukan berfokus pada bidang sosiologi. Ia dapat dikontak melalui email mahya.nadila01@gmail.com.