Jakarta, Humas LIPI. Peranan bahasa dan sastra, secara tidak langsung mengidentifikasikan kekayaan batin kelompok etnis pengguna dan pemilik bahasa yang berdasarkan karakteristik budaya masyakatnya. Peneliti Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya-LIPI, Obing Katubi, mengatakan bahwa perbedaan bahasa suku Anak Dalam dan Duano  adalah contoh budaya berdasarkan karakteristik lingkungan tempat tinggal. “untuk itu, perlu mengetahui posisi dan peranan bahasa ibu dalam masyarakat suku Anak Dalam dan Duano,” terang Katubi dalam webinar “Posisi dan Peranan Bahasa Ibu, Dalam Masyarakat  “Suku Anak Dalam Dan Duano”, pada Kamis (25/02).

Perbedaan Suku Anak Dalam dan Duano berdasarkan karakteristiknya, Katubi, menerangkan, Suku Anak Dalam merupakan orang rimba dan berkarakteristik tertutup. “Hutan dan isinya berupa pepohonan, digunakan sebagai tempat magis,” terangnya. Karakteristik ini berbeda dengan masyarakat Duano sebagai suku laut, “Memiliki karakteristik masyarakat pesisir yang keras, tegas dalam pendirian, dan laut sebagai tempat magis,” tambah Katubi.

Secara rinci, diterangkan bahwa Suku Duano memiliki sistem budaya bahari yang menguasai pengetahuan tentang biota laut ekonomis, lokasi penangkapan ikan, musim, tanda-tanda alam, dan lingkungan sosial budaya pesisir.

“Duano memiliki pengetahuan lokal dengan gagasan atau ide terkait sumber daya laut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Katubi, menegaskan bahwa lingkungan bahasa yang sebenarnya adalah masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut sebagai sebuah kode. Ekologi bahasa bersifat psikologis dan Sosiologis. “Psikologis, merupakan interaksi dengan bahasa-bahasa lain dalam pikiran penutur bilingual atau multilingual. Kemudian sosiologis, interaksi dengan masyarakat yang memungkinkan fungsinya sebagai medium komunikasi,” kata Katubi.

Ditinjau dari posisi bahasa dan penutur dalam ekologi bahasa suku Anak Dalam dan Duano, hal yang harus diperhitungkan adalah interaksi antar kelompok etnis di wilayah permukiman masyarakat desa. Juga, hubungan antara narasi, mitologi dan politik kebudayaan komunitas bahasa Suku Anak Dalam dan Duano dengan  komunitas bahasa lainnya.

Katubi juga menyebutkan, pergeseran bahasa ibu untuk suku Duano berlangsung cepat dibandingkan denga suku Anak Dalam yang pergeseran bahasanya berlangsung lambat. Hal ini, dipengaruhi oleh situasi yang berbeda di setiap komunitas bahasa.

“Melakukan pelestarian dan penguatan bahasa, harus mengetahui keinginan komunitas penutur sebagai pemilik bahasa. Apakah bahasanya yang tergolong terancam punah ingin direvitalisasi atau didokumentasikan,” tutup Katubi. (suhe/ed:mtr)

____________________

*) Berita dalam artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya dan tidak menjadi tanggung jawab redaksi website PMB LIPI

*) Ilustrasi: kaskus